Kejadian itu, aku catat dalam buku harianku. Terjadi pada malam Selasa Kliwon, didahului dengan suara burung hantu, ayam berkokok dan lolongan anjing dan aroma wangi bunga cempaka serta hawa dingin dan tiba tiba hantu Desy Ratnasari duduk di sebelahku.
Sebagai orang yang pernah duduk di perguruan tinggi, rasa keinginan tahuku timbul. Pikiran normalku terbelah dua, yang satu menyatakan bahwa itu hanya ilusi, tapi yang satunya menyatakan itu nyata. Aku ingin membuktikan mana yang benar.
Sejak saat itu, aku bagai orang gila, hampir setiap malam aku duduk sendirian di taman. Ingin jumpa dengannya. Beberapa kali Pak Satpam yang sedang patroli menyapaku.
“Mas Juno, kok duduk sendirian, nunggu siapa?” Tanyanya.
“Cari angin Pak Satpam.”
Kadang-kadang Pak Satpam duduk menemaniku sebentar. Ya…, ngobrol apa saja: keamanan kompleks, sepakbola, sembako, keluarga dan sebagainya.
“Mas Juno kok belum keluarga. Nanti jadi bujang lapuk lho… Warung baksonya laris manis, tunggu apa lagi.”
“Ya…, belum ketemu yang cocok.”
“Yang cocok itu bagaimana? Banyak gadis desa yang cantik-cantik, tinggal pilih. Apalagi yang kurang.”
“Lha…, saya itu kepenginnya gadis yang wajahnya seperti bintang iklan sabun lux. Pak Satpam tahu bintang iklan sabun lux?”
“Ya…, nggak tahu. Mas Juno itu ada-ada saja.”
“Kalau Desy Ratnasari dan BCL?”
“Ya…, kalau itu saya tahu.”
Waah hebat juga pengetahuan Pak Satpam tentang artis. Tapi, dia tidak tahu bahwa kedua artis tersebut adalah bintang iklan sabun lux.
Malam itu seperti malam Selasa Kliwon satu bulan yang lalu. Sejak sore hujan cukup deras disertai dengan sambaran kilat dan suara geledeg. Listrik di kompleks padam tersambar petir. Penerangan kompleks hanya mengandalkan belas kasihan bintang-bintang kecil yang memberikan seberkas cahaya kecilnya. Gelap? Tentu saja. Beruntung hujan hanya sampai sekitar jam 23.15. Hawa yang tadinya sumuk sudah berubah menjadi sejuk.
Firasatku menyatakan hantu Desy Ratnasari akan datang malam ini. Jujur, sebenarnya aku agak takut, namun dengan keberanian yang sudah aku persiapkan, aku menuju taman. Rasa keinginan tahuku mengalahkan rasa takut. Kembali duduk sendirian menanti dengan harap-harap cemas.
Benar, suara burung hantu terdengar beberapa kali diikuti dengan suara kokok suara ayam dan lolongan anjing. Hawa dingin menerka wajahku dari sebelah kiri disertai dengan aroma wangi bunga cempaka yang demikian tajam. Bulu kuduk dan rambut-rambut kecil di tanganku berdiri secara otomatis. Aku tengok ke kiri.
“Astagfirullah.” Kambali dari mulutku keluar kata tersebut secara spontan. Ternyata di sebelah kiriku sudah duduk perempuan dengan wajah menghadap arah yang sama denganku. Aku belum tahu apakah hantu Desy Ratnasari atau hantu perempuan lainnya.
“Selamat malam Juno. Engkau masih juga kaget dengan kedatanganku. Bukankah engkau menungguku?”
“Ya…, aku menunggumu. Tapi kalau melihat tubuhmu, engkau sepertinya bukan Desy Ratnasari. Benarkah?”
“Bagaimana engkau tahu?”
“Engkau lebih tinggi dibandingkan dengan Desy Ratnasari.”
“Engkau benar Juno. Hebat sekali.” Aku akan menghadapmu, jangan kaget.” Hantu itu menengok ke arahku. Jantung berdetak dengan cukup kencang, takut wajahnya menyeramkan.
“Bunga Citra Lestari?”
“Ya…, aku, Bunga Citra Lestari. Kaget?”
“Ya…, tentu saja. Aku pikir engkau Desy Ratnasari. Sungguh aneh, bagaimana kamu tahu kalau aku salah satu pengagummu.”
“Kenapa aneh? Bukankah di kamarmu terpampang fotoku disamping foto teman-temanku. Juno aku dapat berubah wajah sesuai keinginanmu”
“Ya…, betul. Aku berharap dapat bertemu denganmu dalam dunia nyata.”
“Bukankah saat ini engkau telah bertemu.”
“Ya…, tapi apakah pertemuan ini nyata. Aku tidak tahu apa sebutannya. Apakah aku mimpi, atau berhalusinasi, atau yang lain. Jangan-jangan aku sudah tidak waras karena memimpikan perempuan yang tidak sekelas denganku.”
“Juno…, engkau waras. Kalau memimpikan wajah yang engkau idamkan itu wajar.”
“Ya…, aku ragu-ragu dengan diriku sendiri, apakah aku waras atau sudah tidak waras.”
“Juno, sekali lagi engkau waras. Juno kalau engkau sependapat, bagaimana kalau kita segera melangsungkan pernikahan seperti yang selalu engkau impian?”
“BCL, engkau itu aneh, aku belum mengenalmu, demikian pula kamu belum mengenalku. Kita baru ketemu pertama kali, terus kamu mengajak menikah. Bukankah aneh?”
“Tapi bukankah kamu selalu mengharapkanku?”
“Meski aku mengharapkanmu tapi tawaran pernikahan darimu rasanya terlalu cepat, lagi pula kita berada pada alam yang berbeda, bagaimana kalau aku diberi waktu untuk memikirkannya.”
“Baiklah, bagaimana kalau satu bulan, cukup?”
“Rasanya waktu satu bulan terlalu pendek, mungkin tiga bulan.”
“Baiklah Juno, aku tunggu waktu itu, engkau harus sudah melamarku.”
Selang tidak berapa lama, terdengar suara burung hantu dan dalam hitungan sepersekian detik, hawa dingin lembut menempel dengan kuatnya di bibirku diserta gigitan kecil. Aku sampai tidak bernafas. Selanjutnya aku tidak tahu apa yang terjadi.
“Mas Juno…, Mas Juno…!” Lamat-lamat terdengar suara perempuan memanggilku. Ketika aku buka mataku, terlihat Denok sedang menepuk-nepuk pipiku.
“Mas Juno, ayo bangun. Malu kalau dilihat tetangga, tidur di taman.”
Dengan gelagapan aku bangun dan duduk di bangku. Aku lihat tanganku menggemgam bunga cempaka dan di bibirku ada rasa perih.
“Mas Juno, kenapa bibirnya berdarah?”
Aku raba bibir, ada sedikit rasa sakit. Ya…, aku ingat sebelum BCL pergi dia menciumku dengan penuh nafsu.
Dengan dituntun Denok, aku kembali ke rumah. Masuk ke kamar memandang wajah BCL. Ya… yang tadi malam itu wajahnya persis BCL. Kalau BCL asli pasti tidak mungkin. Kesimpulanku, wanita itu adalah hantu. Jadi kejadian ini nyata. Pertanyaannya apakah Desy Ratnasari dengan BCL itu hantu yang sama atau berbeda. Konon hantu bisa merubah wajah sesukanya. Apakah mereka itu penunggu pohon beringin? Mengapa mereka seperti mengharapkanku. Mengapa mereka selama ini tidak menggangguku. Banyak pertanyaan yang perlu penjelasan yang masuk akal. Atau, jangan-jangan itu halusinasi pikiranku saja, karena tiap hari aku selalu menatap wajahnya, kedua wajah itu sudah merasuk dalam pikiranku. Mungkin aku perlu konsultasi ke psysholog atau bahkan ke dokter jiwa.
Kejadian tersebut aku diskusikan dengan Agus.
“Juno, menurutku, kamu itu gila, bermain api dengan hantu.”
“Kamu benar Gus, keinginanku yang berlebihan akan wajah cantik gadis idamanku akhirnya aku terjerumus akan hal yang tidak masuk akal.”
“Juno, sebaiknya kamu konsultasi dengan psysholog. Barangkali secara ilmiah dapat dijelaskan.”
Betul kata Agus, aku harus konsultasi ke psikolog. Aku merasa jiwaku sudah kurang normal.
“Mas Juno normal-nomal saja.” Kata Psikolog.
“Saya sarankan Mas Juno, segera nikah dan setiap malam Selasa Kliwon, kalau perlu pergi yang jauh. Lupakan malam Selasa Kliwon.” Kata Psikolog lebih lanjut.
Waktu berjalan dengan pasti, siang berganti malam, hari berganti hari. Aneh tapi nyata setiap malam Selasa Kliwon, aku selalu gagal untuk meninggalkan rumah, dan seperti yang sudah-sudah selalu ada yang menuntunku ke taman.
Waktu mendekati tiga bulan, hatiku semakin galau. Pada saat itu juga sebenarnya aku sudah berjanji untuk melamar Euis.
“Euis, bagaimana kalau bulan depan aku melamarmu. Aku sudah merasa cocok kamu menjadi pendampingku.”
“Mas Juno, Euis tunggu dengan tidak sabar. Euis sudah pengin menggendong bayi dari benih Mas Juno.”
Pernikahku dengan Euis berjalan lancar. Dilakukan meski dilakukan secara sederhana yang hanya dihadiri kerabat dekat saja. Malamnya Euis aku cumbu dengan rakus. Namun aneh wajah Euis berubah menjadi BCL atau Desy Ratnasari dengan aroma wangi cempaka di tubuhnya.
Malam itu, malam Selasa Kliwon. Tidak biasanya Euis sudah tidur sejak sore. Aku tatap wajahnya, tidur dengan wajah tersenyum. Alangkah cantiknya, tidak kalah dengan Desy Ratnasari atau BCL. Seperti yang sudah-sudah ada yang memanggilku dan menuntunku ke taman.
“Juno, malam ini kamu harus melamarku.” Kata hantu BCL.
“BCL, maaf’kan aku. Janji yang kuucapkan dahulu aku lakukan secara tidak sadar dan tergesa-gesa. Aku sudah menjadi suami Euis.”
“Apa? Bukankan kamu sudah berjanji akan melamarku.”
“Ya…, betul. Tapi aku juga sudah berjanji dengan Euis.”
“Apa maksudmu, Juno. Jika kamu ingkar janji, kamu selamanya akan menyesal. Istrimu akan aku ganggu terus sampai menjadi gila. Apakah kamu tega melihat istrimu gila? Apakah tidak kasihan dengannya?”
“Terus aku harus bagaimana?”
“Begini saja, kamu boleh kawin dengan Euis, tapi setiap malam Selasa Kliwon kamu menjadi suamiku. Setuju?”
“Baiklah. Sepertinya, aku tidak punya pilihan lain.”
PoV
Kehidupan Juno sepertinya normal, Euis sangat behagia hidup bersama Juno. Hanya saja Euis tidak menyadari bahwa setiap malam Selasa Kliwon selalu tidur awal dan bangun menjelang pagi. Saat itu, Juno menjadi suami hantu penunggu pohon yang mempunyai aroma khas wangi cempaka, apakah berwajah sebagai Desy Ratnasari atau BCL.
Tamat
Cerpen Wangi Bunga Cempaka (Part 2) merupakan cerita pendek karangan Bambang Winarto, agan dapat mengunjungi profil penulis untuk membaca karya-karya cerpen terbaru miliknya. Baca juga cerpen seputar Horor, atau cerpen menarik lainnya dari Bambang Winarto.
Cerpen ini telah berhasil ditayangkan sekitar:
Jika dirasa cerpen ini bermanfaat, jangan lupa sebarkan cerpen ini ke medsos atau langsung klik tombol sebarkan ya gengs! 🫰.
Promosi Via Guest Post!
Buat agan & sista, jika ingin mempromosikan produk bisnismu melalui tulisan (guest post-content placement), silahkan baca terlebih dahulu tentang aturan dan kebijakan guest post 👉 di sini 👈
25 Fitur Terbaru: Kuis AI, Pelajaran Sekolah AI, Latihan Soal AI, Jawaban Soal AI dan masih banyak lagi fitur menarik lainnya.
Hanya pengguna VIP yang sudah terdaftar dan memiliki akun lencana terverifikasi