Horor
Diterbitkan di Horor
avatar
waktu baca 29 menit

Mawar Hitam Berduri

Gina namaku. Kini aku terdampar menjadi penghuni lokalisasi di apartemen yang lumayan mewah di kota terbesar Indonesia. Aku kabur dari desa, karena dipaksa kawin sama Pak Paidi, juragan kampung, sebagai kompensasi hutang bapakku kepadanya. Sebenarnya aku rela kawin dengannya, meski usianya terpaut 25 tahun. Aku 15 tahun dan Pak Paidi 40 tahun. Teror ke empat istrinya yang membuatku hanya bertahan 3 bulan.

Ginem, teman sekampung tega menjebakku. Aku diajak ke Jakarta dibawa ke tempat lokalisasi. Aku dibujuk berkali kali sama mami, penguasa lokalisasi. Semula aku menolak menjadi penghibur lelaki hidung belang, mami marah besar.

“Parno, Alex, Djoni urus itu Gina.” Teriak mami.

Aku diperk*sa secara bergilir oleh ketiganya sampai pingsan. Aku hanya meratap. Menangispun tidak ada guna. Sudah jadi suratan takdirku. Sejak itu, aku jadi anak manis. Apa kata mami aku tidak berani menolak.

Mami merubah penampilanku. Rambutku dibuat model baby bangs. Bagian atas berwarna hitam dan bagian bawahnya berwarna putih kekuningan. Mataku diberi lensa mata, warna biru. Kulitku yang kuning langsat dibuat lebih cerah. Wajah ndeso telah berubah menjadi wajah selebriti. Bahkan, aku pangling dengan wajahku sendiri.

Stock baru, begitu mami mempromosikanku. Gambarku dengan berbagai pose menggiurkan dipasang di WA, ditawarkan kepada para pelanggan. Aku menerima tamu siapa saja yang membutuhkan jasaku. Dalam waktu singkat, aku menjadi primadona, rebutan para lelaki yang haus akan kehangatan perempuan.

Sampai suatu ketika, ada tamu. Arjuna namanya. Orangnya tinggi, tubuh atletis, berotot, kulit sawo matang, rambut sedikit ikal. Orangnya gagah, ngganteng. Pada bagian leher sebelah kanan terdapat tato bunga mawar hitam. Arjuna mengaku sebagai mahasiswa yang sedang melakukan penelitian kehidupan wanita malam di kota kota besar Indonesia. Sudah empat kali malam Minggu Arjuna datang. Hanya ngobrol, tidak lebih. Seperti layaknya tamu lainnya, Arjuna juga memberikan uang sesuai tarif yang telah ditetapkan mami.

Malam minggu kelima kali ini, tidak seperti biasanya. Ada yang istimewa, bahkan sangat istimewa.

“Gina, selamat ulang tahun.” Katanya, sambil mencium keningku dengan mesra, dilanjutkan dengan memberikan seikat bunga mawar hitam. Bunga yang sangat indah. Meski imitasi, bentuknya nyaris persis aslinya. Mawar yang baru pertama kali aku lihat.

“Terima kasih Arjuna.” Kataku. Mataku berkaca kaca. Keharuan yang menyesak dadak. Jantungku berdebar debar dengan kencang. Begitu perhatiannya Arjuna kepadaku. “Apakah ini yang disebut jatuh cinta?” Bolehkan seorang pel*cur jatuh cinta sama tamunya?” Hatiku bertanya.

Aku sendiri lupa tanggal lahirku. Baru kali ini ada yang merayakan. Entah dari mana Arjuna mengetahui tanggal lahirku. Ya…, hari ini aku genap berumur 17 tahun. Bagai bunga yang sedang mekar, bunga yang sedang harum aromanya.

“Gina, malam ini, kita jalan jalan ya…” Kata Arjuna.

Malam itu, awan hitam menutupi langit, bintang bintang tenggelam dalam gulungannya, dan hujanpun telah meneteskan dengan malu malu. Namun, bagiku, suasananya sungguh luar biasa indahnya. Arjuna mengajakku ke Sarinah, pertokoan kebanggaan Indonesia. Tanganku digandengnya, sesekali Arjuna merangkul pundakku. Aku sungguh merasa tersanjung diperlakukan bagai kekasihnya. Kami makan bakso dan es krim di food court Sarinah yang terletak di lantai 3. Bahkan Arjuna juga membelikan baju dengan motif mawar hitam dan parfum aroma mawar. Sungguh malam yang sangat indah, malam yang akan aku kenang seumur hidupku.

Agak larut malam pulang ke apartemen. Tidak seperti biasanya, kali ini Arjuna mengajakku tidur bersama.

“Gina, malam ini, apakah boleh kita tidur bersama.” Katanya.

Aneh juga Arjuna ini. Bukankan lima malam minggu, Arjuna telah membeliku. “Mengapa baru sekarang ingin menikmati tubuhku?” Kataku dalam hati.

Arjuna menciumku dengan lembut, dengan penuh perasaan. Matanya memandang mataku sampai menembus jantung. Seluruh badanku bergetar. Mataku terpejam, lemas, terkulai bagai bunga layu. Jantungku berdebar semakin kencang dan semakin kencang. Malam itu, sungguh malam yang sempurna. Namun, jarum jam di dinding tidak berpihak kepadaku, berlaku curang. Berjalan lebih kencang, bahkan berlari. Malam indah bak kedipan mata.

Bunga mawar hitam aku tempatkan di sebelah almari. Setiap saat aku memandangnya dengan penuh ketakjuban. Indah, cantik, harum, diselimuti dengan misteri. Duri yang tajam dan runcing menjaga dengan setianya. Aku benar benar jatuh cinta. Bagai disihir, aku minta bagian kanan leherku ditato mawar hitam persis seperti yang dilakukan Arjuna.

Sejak itu…, ya… sejak itu panggilanku bukan lagi Gina, tetapi Mawar Hitam.

“Mami, namaku diganti ya…, panggil aku Mawar Hitam.” Kataku.

Mami hanya mengangguk saja. Mungkin bagi mami apalah artinya sebuah nama. Gina apa Mawar Hitam sama saja. Foto fotoku berganti, selalu ada tato mawar hitam di leherku.

Sejak malam sempurna, Arjuna tidak pernah muncul lagi. Menghilang bak ditelan bumi. Apakah penelitiannya sudah selesai? Apakah pindah ke tempat lain? Apakah sakit? Atau jangan jangan sudah mati. Banyak pertanyaan yang ada di otakku. Pertanyaan yang tidak pernah ada jawabannya. Entah mengapa wajah Arjuna selalu berada dibenakku. Setiap tamu yang menginginkan tubuhku, aku selalu membayangkan wajah Arjuna.

Sudah 33 hari, aku tidak menstruasi.

“Hueeek, hueeek, hueeek.” Aku muntah di kamar mandi. Perut terasa mual. Pay*daraku menjadi bengkak, sakit dan terasa lebih berat. Di sekitar put*ng berubah menjadi lebih gelap. Ketika aku periksa di dokter kandungan, ternyata benar. Aku hamil 3 bulan. Janin siapa yang ada di perutku? Apakah janin dari Arjuna. Saat berhubungan dengannya, memang aku sengaja tidak memaki k*ndom. Arjuna juga aku biarkan tidak pakai k*ndom. Aku berharap punya anak dari Arjuna, Gila bukan?

Saat kehamilanku berumur 5 bulan, aku mendapat undangan tidak terduga dari Arjuna melalui WA.

“Untuk Mawar Hitam, salam kangen. Datang ya…, di Hotel Mawar Hitam Puncak Pass, malam Minggu jam 19.00. Pakaian motif mawar hitam, parfum mawar, jangan lupa bawa bunga mawar hitam. Pada bagian bawah terdapat gambar bunga mawar hitam disertai tanda tangan Arjuna.”

Hari yang kunanti tiba.

Cuaca tidak begitu bersahabat, sekitar jam 11.00, aku sudah berangkat menuju puncak. Gerimis sudah mulai membasahi jalan sejak dari Gadog. Semakin ke atas semakin deras. Mobil berjalan merayap, antri dengan terpaksa. Entah berapa kilometer panjangnya.

Sekitar jam 20.20., sampai di Hotel Mawar Hitam yang lolasinya tidak jauh dari jembatan di tengah jalan puncak pass. Sepuluh meter darinya, belok kiri, disebelah pohon beringin besar. Hujan mulai reda. Namun, awan hitam masih setia menggelatung di langit. Kilat sesekali menerangi bumi. Suasana hotel sepi, sunyi. Nyanyian kodok, jengkerik dan bahkan burung hantu tidak terdengar. Pepohonan yang banyak tumbuh di sekitar hotel kompak berdiam diri, bagai patung. Tidak ada hembusan angin. Hotel yang aku pikir ramai pengunjung ternyata sepi, hanya beberapa tamu. “Mungkin karena hujan sejak sore.” Pikirku. Tapi suasananya membuat bulu kudukku berdiri.

Aku tunjukkan undangannya di WA kepada resepsionis. Olehnya aku di antar ke ruang pertemuan di Ruang Mawar Hitam 7. Sudah ada 6 orang dalam ruangan, denganku menjadi 7. Wanita semua. Kami berkenalan satu sama lain.

“Mawar Hitam.” Aku memperkenkan diri.

“Mawar Hitam.” Jawabnya.

“Mawar Hitam.” Kembali aku memperkenalkan diri dengan yang kain.

“Mawar Hitam.” Jawab yang lain. Sampai 6 kali.

Ternyata 7 orang termasuk denganku, namanya sama Mawar Hitam. Semuanya pakai baju motif mawar hitam, dengan aroma mawar. Model rambutnya sama denganku, baby bangs. Namun, sorot matanya, kosong. Bicara kalau diajak ngomong, selebihnya diam. Pada tato mawar hitam di leher kanannya seperti ada tetesan darah. Ke enamnya profesinya sama denganku. Hanya beda lokasi: Bogor, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogya dan Malang. Aku perhatikan perutnya, agak buncit. Hamil. Ya…, hamil semuanya.

Kami bertujuh wajahnya sangat mirip, bak pinang dibelah 7, ditambah lagi dengan pakaian dan parfum yang sama. Kami foto bersama dan juga bertukar nomor HP termasuk nomor HP maminya masing masing.

Sudah lewat jam 9 malam, Arjuna belum juga muncul di ruangan. Menurut resepsionis, Arjuna sudah ada di hotel sejak sore hari. “Mungkin ketiduran.” Katanya.

“Mari kita check bersama kamarnya” Kata Mawar Hitam dari Surabaya.

Kami bertujuh disertai resepsionis memeriksa kamar Arjuna.

“Tok…, tok…, tok…” Resepsionis mengetuk pintunya.

“Tok…, tok…, tok…” Resepsionis mengetuk pintu untuk kedua kalinya.

“Tok…, tok…, tok…” Untuk ketiga kalinya tidak ada jawaban.

Dengan kunci duplikat, resepsionis membuka kamarnya. Arjuna tengkurap di tempat tidur. Sepertinya pingsan. Tangan sebelah kanan menggelatung ke lantai. Di lantainya tercecer bubuk putih.

Seperti sudah direncanakan, ke enam Mawar Hitam, satu per satu menuju ke Arjuna. Menggoreskan duri mawar hitam pada leher yang bertato. Goresan yang cukup dalam. Darah merah mengalir perlahan di leher Arjuna. Resepsionis melihat dengan tatapan kosong. Aku terpaku, mulutku terkunci, tidak bisa bicara, kakiku tidak bisa bergerak.

“Daaar, Daaar, Daaar.” Terdengar bunyi guntur yang menggelegar. Hotel bergetar dan bergoyang dengan cukup kencang. Aku pingsan.

Saat siuman, aku sudah berada di ruangan yang serba putih. Aku lihat ada 2 polisi dan satu suster berada di dekatku.

“Aku, dimana?” Tanyaku.

“Mbak Gina di rumah sakit.” Jawab salah satu polisi.

“Rumah sakit? Bukankah semalam aku berada di Hotel Mawar Hitam Puncak Pass? Tanyaku.

“Ya…, ini rumah sakit Puncak Pass.” Kembali Pak Polisi menegaskan.

Aku terdiam. Mencoba mengingat ingat.

“Apakah Mbak Gina sudah merasa baikan?” Kembali Pak Polisi bertanya.

Aku menganggukan kepala. Aku ingin segera tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ingatanku masih jelas. Ke Hotel Mawar Hitam Puncak Pass, bertemu dengan 6 Mawar Hitam, berfoto bersama, ke 6 Mawar Hitam menggoreskan duri mawar hitam di leher Arjuna.

“Suster, apakah boleh saya bertanya kepada Mbak Gina?” Tanya Pak Polisi kepada suster.

Suster hanya menganggukan kepalanya.

“Begini, Mbak Gina. Kami menemukan Mbak Gina dan Arjuna di pekuburan Puncak Pass. Mbak Gina pingsan sambil memegang mawar hitam sedangkan Arjuna sudah tidak bernyawa, pada bagian lehernya berdarah.”

“Pekuburan?” Tanyaku.

“Ya…, betul. Coba Mbak Gina, ceritakan apa yang sebenarnya terjadi?” Tanya Pak Polisi.

Kepada Pak Polisi, aku ceritakan apa yang aku alami sejak menerima undangan dari Arjuna, beli bunga mawar hitam, berangkat dari Jakarta sampai di hotel, bertemu 6 Mawar Hitam, foto bersama sampai 6 Mawar Hitam menggoreskan duri mawar hitam di leher Arjuna. Bahkan suasana hotel saat itu juga aku ceritakan.

“Mbak Gina, coba perlihatkan kepada saya undangan dari Arjuna.” Kata Pak Polisi.

“Ini Pak Polisi.” Aku perlihatkan undangannya di WA kepada Pak Polisi.

“Baik, terima kasih. Coba perlihatkan 6 teman Mbak Gina sewaktu di Hotel Mawar Hitam Puncak Pass.” Kembali Pak Polisi bertanya.

Aku cari foto yang diminta Pak Polisi. Paling tidak ada 7 fotoku. Satu foto bertujuh dan 6 foto berduaan bersama Mawar Hitam dari Bogor, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogya dan Malang. Aku scroll ke atas dan ke bawah beberapa kali. Tidak ketemu. Tidak ada. Yang terlihat hanya fotoku sendiri sebanyak 7 buah.

“Sudah ketemu Mbak Gina?” Tanya Pak Polisi.

“Pak Polisi, kok nggak ada ya…, tadi malam jelas kami foto bersama.” Jawabku.

“Yang ada hanya foto saya sendirian. Sungguh aneh.” Jawabku menambahkan.

“Baik Mbak Gina, untuk sementara, HP Mbak Gina saya pinjam, besok pagi kita bersama ke Hotel Mawar Hitam Puncak Pass dan pekuburan.” Kata Pak Polisi.

Esoknya, sedikit agak siang, Kedua Pak Polisi bersama suster membawaku ke Hotel Mawar Hitam Puncak Pass dan pekuburan Puncak Pass. Lokasinya, aku hafal betul, dengan berpatokan jembatan di tengah jalan puncak pass. Namun hotel yang aku cari tidak ada. Tempat yang menurutku hotel ternyata pohon beringin yang sebagian dahannya roboh. Disebelahnya terdapat pekuburan.

“Mana hotelnya Mbak Gina?” Tanya Pak Polisi.

“Rasanya disitu Pak.” Jawabku sambil menunjuk pohon beringin yang dahannya roboh. Pak Polisi melihat pohon beringin tunjuk, mereka saling berpandangan.

Di pekuburan, Pak Polisi menerangkan bahwa aku dan Arjuna berada di di atas makam seseorang. Persis, disebelahnya, aku lihat ada 6 makam yang bentuk kayu nisannya relatif sama. Aku dekati, aku baca tulisan. Jantungku berdebar kencang. Tertulis: Mawar Hitam – Bogor, Mawar Hitam – Bandung, Mawar Hitam – Surabaya, Mawar Hitam -Semarang, Mawar Hitam – Yogya, dan Mawar Hitam – Malang. Tidak ada tulisan lainnya. Disebelahnya terdapat 2 (dua) galian kubur yang sudah dipersiapkan. Kayu nisan tergeletak disebelahnya dengan tulisan Mawar Hitam-Jakarta dan Arjuna.

Mataku berkunang kunang, bumi berputar. Kembali, aku tidak sadarkan diri.

Masyarakat di sekitar puncak pass ramai ramai pergi ke pekuburan puncak pass, sambil membawa surat kabar lokal Puncak Pass Post. Pada halaman depan tertulis dengan huruf besar: “GINA, MAWAR HITAM-JAKARTA DIDUGA SEBAGAI PEMBUNUH ARJUNA.”

Sepertinya polisi bimbang dalam mengungkap kasusnya. Makam 6 Mawar Hitam di pekuburan Puncak Pass adalah nyata. Demikian pula setelah dilakukan pengecekan di Bogor, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogya dan Malang terhadap maminya Mawar Hitam. Memang benar Mawar Hitam merupakan primadonanya di kotanya masing masing. Motif dan kematian Arjuna tidak terjawab. Satu satunya saksi kunci adalah Gina. Keterangan Gina tidak bisa dijadikan bukti. Gina dianggap sakit jiwa stadium 3. Gina tidak bisa dikenakan pasal pembunuhan. Polisi juga belum bisa menguak misteri kematian 6 kuburan Mawar Hitam dan misteri matinya Arjuna. Kasus ditutup.

Sudah 3 bulan 10 hari, Gina berada di Rumah Sakit Jiwa. Bayangan kejadian malam Minggu di Hotel Mawar Hitam Puncak Pass, masih membekas, sangat nyata. Enam Mawar Hitam membunuh Arjuna dengan duri mawar hitam yang beracun.

“Suster…, apakah saya gila?” Tanya Gina kepada suster.

“Tidak sayang…” Jawab suster.

“Gina, sebentar lagi kamu akan melahirkan. Siapa nama bayinya?” Tanya suster.

“Mawar Hitam.” Jawab Gina.

Malam itu, hujan deras disertai guntur yang menggelegar dan kilat yang menyambar. Sekitar 02.13. pagi terdengar suara tangisan bayi. Gina melahirkan bayinya. Antara sadar dan tidak sadar, Gina melihat Arjuna mengambil bayinya, berjalan menjauh. Suara tangisan bayi semakin menjauh mengikuti irama kaki Arjuna.

Di mejanya tergeletak bunga mawar hitam.

Sejak itu Gina benar benar menjadi gila… Gila yang sempurna. Dari mulutnya hanya keluar:

“Mawar Hitam…, Mawar Hitam…, Mawar Hitam…,”

“Arjuna…, Arjuna…, Arjuna…”

Cerpen dengan judul "Mawar Hitam Berduri", telah berhasil dimoderasi dan lolos ditayangkan oleh tim editor.

Cerpen Mawar Hitam Berduri merupakan cerita pendek karangan Bambang Winarto, agan dapat mengunjungi profil penulis untuk membaca karya-karya cerpen terbaru miliknya. Baca juga cerpen seputar Horor, atau cerpen menarik lainnya dari Bambang Winarto.


Cerpen ini telah berhasil ditayangkan sekitar: 1 tahun yang lalu. Bagaimana menurutmu gengs? apakah agan menyukai tulisan cerpen dari Bambang Winarto? jika agan menyukai cerpen ini, silahkan tulis pendapatmu di kolom komentar ya gengs.


Jika dirasa cerpen ini bermanfaat, jangan lupa sebarkan cerpen ini ke medsos atau langsung klik tombol sebarkan ya gengs! 🫰.

Promosi Via Guest Post!

Buat agan & sista, jika ingin mempromosikan produk bisnismu melalui tulisan (guest post-content placement), silahkan baca terlebih dahulu tentang aturan dan kebijakan guest post 👉 di sini 👈

Hai gansis! 🧑‍🦱🧑‍🦰 Yuk coba seru-seruan bareng komunitas dengan menggunakan asisten AI cerdas. Caranya sangat mudah, cukup dengan memberikan tagar dan mention [#tagargpt & @balasgpt] pada balasan agan dan sista di sini.

25 Fitur Terbaru: Kuis AI, Pelajaran Sekolah AI, Latihan Soal AI, Jawaban Soal AI dan masih banyak lagi fitur menarik lainnya.


Hanya pengguna VIP yang sudah terdaftar dan memiliki akun lencana terverifikasi

Dilarang mengirimkan pesan promosi, link, spam dsbg. Namun jika agan ingin menyisipkan link (promosi), silahkan pergi ke halaman hubungi moderator kami. Berkomentarlah dengan bijak dan sesuai topik yang ada. Untuk informasi selengkapnya, silahkan baca aturan di sini.

Komentar