Romantis
Diterbitkan di Romantis
avatar
waktu baca 22 menit

Sepenggal Catatan (Part 2)

Sampai di Kedung Pengilon mentari sudah hampir sampai puncak. Kedung Pengilon sebenarnya hanya merupakan bendungan yang tidak terlalu besar, membendung beberapa sungai kecil sehingga terbentuk kedung. Di sekitarnya banyak pohon mente dan pada bagian belakang berupa hutan yang masih cukup rimbun. Pengunjungnya kebanyakan muda-mudi yang sedang memadu kasih. Teman-teman rombongan sudah tidak kelihatan, berpencar entah kemana.

Arjuno mengenggam tanganku dengan kuat, berjalan keliling Kedung Pengilon, sesekali berhenti di bawah pohon mente, makan buah mente, makan pisang goreng dan jadah bakar serta minum teh manis.

“Juno…, kita kesana yuuuk.” Kataku sambil menunjuk batu besar di tepi kedung.

Duduk berdekatan di atas batu besar sambil berpegangan tangan, melihat jernihnya air kedung dan ikan-ikan yang berseliweran. Bayanganku dan bayangannya terlihat dengan jelas, seperti melihat di cermin. Pantas saja di sebut Kedung Pengilon.

“Lihat Juno, kita bisa bercermin di sini.”

“Ya.., ya…, sayang kita tidak membawa kamera. Dewi lihat ikan-ikan berdatangan kemari.”

Aku keluarkan bekal makan siang: nasi putih, opor ayam, tahu dan tempe bacem serta kerupuk udang. Makan ditepi kedung, makan berdua dengan saling menyuap. Alangkah nikmatnya, alangkah senangnya.

Ikan-ikan itu sepertinya mengharap belas kasihan, minta sebagian dari bekal yang aku bawa. Aku lemparan sisa-sisa nasi dan lauk yang tidak termakan. Ikan-ikan pun ikut berebut makanan.

“Lihat Juno ikan-ikan berlari-lari berebut makanan.”

“Ya…, ya…, mereka ikut senang menikmati makanan dari kita. Terima kasih Dewi, makanannya enak sekali.”

Aku lihat wajahnya, Arjuno pun memandangku.

“Juno, apakah Juno cinta sama Dewi?”

Aku berharap Juno akan mengatakan “Dewi, aku cinta sama kamu.” Namun kata-kata yang aku harapkan tidak keluar.

“Dewi, apakah cinta harus dikatakan?”

Dengan keberanian yang aku paksakan, aku keluarkan kata-kata yang selama ini aku pendam.

“Juno…, aku cinta kamu.” Kataku dengan bergetar.

Aku berharap Arjuno juga akan mengatakan “Dewi, aku juga cinta kamu.” Ternyata kata-kata itu tidak keluar dari Arjuno. Malahan, Arjuno menatap mataku. Tatapan yang menghujam. Panah asrama Arjuno menancap tepat di jantung hatiku. Wajahnya mendekat ke wajahku, bibirnya menempel di bibirku. Gigiku beradu dengan giginya. Maklum aku dan Arjuno belum pernah berciuman. Setelah itu, Arjuno mengecup dengan lembutnya. Ah… Arjuno… Jantungku berdetak dengan kencang. Aliran listrik 5 watt menempel di tubuhku. Mataku terpejam, tubuhku bergetar, badanku lemas. Pingsan sejenak. Hatiku terbang tinggi menembus awan. Kecup lagi Arjuno, kecup lagi. Sejuta rasanya.

Sepasang angsa berenang mendekati. Sepertinya, mereka ingin melihat aku dan Arjuno sedang memadu kasih. Arjuno dan aku menggodanya, melemparnya dengan batu kerikil. Tiba-tiba datang petugas.

“Dik, tidak boleh melempar batu ke kedung, apalagi melempar kedua angsa yang sedang memadu kasih. Nanti hubungan kalian akan putus.”

Aku dan Arjuno berpandangan.

Lulus dari SMP 1, Aku dan Arjuno melanjutkan ke SMA Negeri Kendal, satu-satunya SMA Negeri yang ada di kota Kendal. Cintaku tanpa kata cinta dari Arjuno berlanjut sampai kelas dua SMA. Sampai suatu ketika aku mengetahui bahwa Arjuno menggandeng Putri, teman kelas dua juga, satu jurusan di Sosial hanya beda kelas, aku di Sosial 1, sedangkan Putri di Sosial 2. Hatiku hancur berkeping bagai cermin yang jatuh kelantai.

“Juno, apa salahku?” mataku lembab, habis menangis.

“Engkau tidak salah Dewi. Aku hanya ingin membuktikan kepada teman-teman bahwa aku bisa menggandeng Putri.”

“Juno, cintaku telah engkau jala, diriku terlanjur sayang kepadamu, tapi engkau tega menggandeng Putri di depan mataku.”

“Ma’afkan aku Dewi.”

Beberapa kali aku shock, bahkan sakit. Arjuno…, kamu kejam, aku benci kamu Arjuno… aku BENCI…! Memang benar Putri itu cantik, tapi apakah cinta hanya diukur dari kecantikan saja? Bukankah aku mencintaimu sepenuh hati? Apakah ini karma karena aku dan Arjuno pernah melempar sepasang angsa yang sedang memadu kasih di Kedung Pengilon?

Beruntung Ayu dan beberapa temanku memberi semangat.

“Dewi, masa kamu kalah sama Arjuno, ayo balas Dewi.” Kata Ayu.

Aku pun membalas dengan melakukan hal yang sama. Menjalin kasih dengan Pandu, teman satu kelas yang sejak lama naksir aku. Wajah Arjuno akan aku singkirkan secepatnya.

“Dewi…, selamat ya…, sudah dapat pacar.” Katanya.

Aku diam saja. Arjuno…, kamu itu memang gila… Tahukan kamu Arjuno, apa yang aku lakukan hanyalah rasa frustasiku. Aku benci melihatmu menggandeng Putri. Aku juga dapat berbuat hal sama dengan menggandeng Pandu di hadapanmu.

Malamnya aku menangis sendirian di kamar tanpa suara. Menangis ketika Arjuno menggandeng Putri, menangis ketika Pandu menggandengku. Hatiku tidak bisa dibohongi, aku mencintai Arjuno dengan sepenuh hati.

Selepas pengumuman hasil kelulusan SMA, para siswa bubar, bagai anak ayam kehilangan induk. Mencari nasibnya sendiri-sendiri. Aku tidak tahu Arjuno kuliah dimana dan aku memang tidak ingin tahu. Bayangan Arjuno menggandeng Putri terlalu menyakitkan bagiku. Putri yang aku kira teman baik ternyata menelikungku, mencuri Arjuno dariku.

Waktu terus berjalan tanpa mengenal lelah, umur semakin bertambah. Orangtuaku memaksaku untuk segera nikah. Aku pun tidak bisa menolaknya. Aku menikah dengan suami yang sekarang ini atas pilihanku sendiri. Meski umur terpaut cukup jauh, tetapi yang penting dia sayang sama aku. Saat-saat awal perkawinan, aku sering selingkuh, membayangkan wajah Arjuno saat suamiku mencumbuku. Aku tahu itu dosa, tapi aku tidak bisa mengelaknya. Ketika lahir anakku yang pertama, laki-laki, aku beri nama Arjuno. Wajahnya mirip Arjuno. Memang sudah ada perjanjian antara aku dan suamiku, jika yang lahir laki-laki, aku yang akan memberi nama. Sebaliknya, jika yang lahir perempuan, suamiku yang akan memberi nama. Sempat suamiku tanya kepadaku.

“Ibu, kenapa namanya Arjuno?”

“Iya…, kan Arjuno itu, gagah, ngganteng seperti ayah.” Kataku berbohong.

Pernah ketika sedang shooping bersama Arjuno kecil di Mall Simpang Lima ketemu sama Ayu.

“Hai…, Ayu.”

“Hai…, Dewi.”

Ayu menatap Arjuno kecil agak lama.

“Wajahnya mirip Arjuno, siapa namanya.”

“Arjuno.”

Ayu menatapku dengan tajam. Entah apa yang ada di benak pikirannya.

Seiring berjalannya waktu, bayang-bayang Arjuno perlahan-lahan mulai buram, tergantikan oleh Arjuno kecil.

“Dewi, nanti datang ya…, reuni perak, reuni dua puluh lima tahun, tanggal 15 Juni tempatnya di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Teman-teman kangen sama kamu.” Kata Ayu via telpon.

“Arjuno bagaimana? Apakah Arjuno akan datang?”

“Lho…, Arjuno dan teman-teman yang di Jakarta dan Bogor kan jadi host nya. Arjuno malahan menanyakanmu.”

Jantungku berdebar. Datang nggak ya…, datang nggak ya… Rasa keingintahuan melihat wajah Arjuno setelah dua puluh lima tahun mengalahkan keinginan yang lain.

Lukisan langit dengan warna dominan jingga menyambut kedatangan rombongan di Taman Mini Indonesia.

“Dewi…!” Teriak Arjuno, berjalan cepat menyongsongku.

“Juno…”

Ajuno sepertinya tidak memperdulikan teman-teman lainnya, langsung memelukku dengan hangat. Arjuno tambah gagah, badannya lebih gemuk, perutnya sedikit buncit. Mungkin sudah jadi pejabat. Dengan usia yang masih sekitar empat puluh satu tahun entah jabatan apa yang diembannya.

“Juno, kalau ketemu Dewi lupa sama kita-kita.” Kata Ayu.

Acara reuni perak sederhana tapi cukup menarik. Malam bernyanyi ria, berfoto ria, hiburan, dan siangnya acara bebas. Pagi, sehabis sarapan, aku dan Arjuno sudah jalan-jalan menikmati keindahan Taman Mini. Udaranya masih sejuk dan segar. Arjuno menggandengku dengan mesra bahkan sesekali merangkulku.

“Juno istirahat dulu ya… Dewi capek.”

Arjuno membawaku ke bangku kosong yang di depannya terdapat kolam. Di tengah kolam terdapat tanaman teratai yang sedang berbunga. Terlihat sepasang angsa berenang dengan anggunnya mengintari kolam.

“Juno, lihat sepasang angsa putih mendekati kita.”

“Ya…, ya…, seperti sepasang angsa di Kedung Pengilon, kita tidak boleh mengusirnya, biarkan mereka melihat kita bermesraan.”

Aku dan Arjuno duduk berhimpitan, tangannya selalu menggemgan tanganku dengan kuatnya. Kami ngobrol apa saja, keluarganya masing-masing, ngobrol saat di SMP, saat di Kedung Pengilon.

“Dewi, aku minta ma’af telah berselingkuh dengan Putri saat di SMA. Rupanya Putri juga telah berselingkuh dengan lelaki lain. Ma’afkan aku Dewi.”

“Juno…, itu masa lalu yang sudah aku lupakan. Juno, lihat ini anakku.” Kataku sambil menyerahkan foto Arjuno kecil. Arjuno menatap foto tersebut cukup lama.

“Dewi, wajahnya mirip aku ya…”

“Juno, bukan hanya wajah, tapi namanya juga sama, Arjuno.”

Wajah mirip ini memang pernah aku tanyakan pada teman yang tahu tentang psikologi. Meski kurang ilmiah tapi masuk akal.

“Dewi, jika saat berhubungan badan yang ada di hatimu adalah orang yang engkau cintaimu, maka wajah anak yang akan lahir akan mirip dengannya.” Kata teman yang tidak mau disebutkan namanya.

Arjuno juga mengeluarkan foto anaknya, perempuan.

“Dewi, ini anakku yang pertama perempuan, aku beri nama Dewi Sylvalestari.”

Aku lihat anak Arjuno yang seusia dengan anakku, wajahnya seperti wajahku kala kecil.

Jadi…, jadi…, Arjuno itu… selama ini mencintaiku. Mencintai tanpa kata-kata cinta.

Duduk di bawah pohon dihembus angin lembut, ditambah perjalanan semalam yang cukup melelahkan, membuatku sedikit mengantuk. Aku pun merebahkan badanku ke pangkuan Arjuno.

“Dewi, bolehkah aku menciummu?”

Aku diam saja. Aku selalu tak kuasa menolak permintaannya. Arjuno mencium keningku dengan lembut dan menjalar ke bibirku. Badanku bergetar, jantung berdebar dengan cepat, persis sama seperti saat Arjuno menciumku di Kedung Pengilon. Padahal aku bukan gadis lagi, bukan anak SMP, aku sudah jadi ibu.

“Peluk aku Arjuno…, peluk aku yang kuat.”

Aku tak peduli kalau ada orang yang melihatku, aku juga tidak peduli ketika Ayu mengajakku pulang.

“Dewi…, waktunya pulang. Teman-teman sudah menunggu di bus.”

Tuhan… berilah aku kesempatan sekali lagi untuk bertemu 25 tahun yang akan datang, saat reuni emas, tahun 2021 di Kendal. Aku akan minta ma’af pada kedua angsa di Kedung Pengilon. Aku juga ingin Arjuno mencium dan memelukku sekali lagi. Tidak lebih.

Aku tidur dalam dekapan Arjuno, orang yang aku cintai tanpa aku miliki, orang yang mencintaiku tanpa memilikku…

Cerpen dengan judul "Sepenggal Catatan (Part 2)", telah berhasil dimoderasi dan lolos ditayangkan oleh tim editor.

Cerpen Sepenggal Catatan (Part 2) merupakan cerita pendek karangan Bambang Winarto, agan dapat mengunjungi profil penulis untuk membaca karya-karya cerpen terbaru miliknya. Baca juga cerpen seputar Romantis, atau cerpen menarik lainnya dari Bambang Winarto.


Cerpen ini telah berhasil ditayangkan sekitar: 2 tahun yang lalu. Bagaimana menurutmu gengs? apakah agan menyukai tulisan cerpen dari Bambang Winarto? jika agan menyukai cerpen ini, silahkan tulis pendapatmu di kolom komentar ya gengs.


Jika dirasa cerpen ini bermanfaat, jangan lupa sebarkan cerpen ini ke medsos atau langsung klik tombol sebarkan ya gengs! 🫰.

Promosi Via Guest Post!

Buat agan & sista, jika ingin mempromosikan produk bisnismu melalui tulisan (guest post-content placement), silahkan baca terlebih dahulu tentang aturan dan kebijakan guest post 👉 di sini 👈

Hai gansis! 🧑‍🦱🧑‍🦰 Yuk coba seru-seruan bareng komunitas dengan menggunakan asisten AI cerdas. Caranya sangat mudah, cukup dengan memberikan tagar dan mention [#tagargpt & @balasgpt] pada balasan agan dan sista di sini.

25 Fitur Terbaru: Kuis AI, Pelajaran Sekolah AI, Latihan Soal AI, Jawaban Soal AI dan masih banyak lagi fitur menarik lainnya.


Hanya pengguna VIP yang sudah terdaftar dan memiliki akun lencana terverifikasi

Dilarang mengirimkan pesan promosi, link, spam dsbg. Namun jika agan ingin menyisipkan link (promosi), silahkan pergi ke halaman hubungi moderator kami. Berkomentarlah dengan bijak dan sesuai topik yang ada. Untuk informasi selengkapnya, silahkan baca aturan di sini.

Komentar