Fantasi
Diterbitkan di Fantasi
avatar
waktu baca 10 menit

Nyawa (Cerpen)

Namaku Pi’i. Aku tinggal di gang kecil yang terhimpit bagunan rumah mewah. Tembok gang itu bercat putih yang sudah memudar ditikam sang waktu. Para pendahulu memberi nama sebutan Gang. Argabel. Biasanya yang menjadi hal rutin di

pertengahan gang Argabel. Mereka menggelar dagangannya mulai dari kue kering dan kue basah.

Selepas dari itu. Kukanalkan lebih dekat dengan fisiku dan kisah kelamku. Gaya rambutku old school. Bukan gondrong atau dicukur miring. Aku tidak suka punya poni. Apa lagi panjang poni-nya sampai menutupi mataku. Risih!

Yang membuatku risih bukan hanya sekadar poni, tetapi … Kelebihanku mengetahui nyawa seseorang saat merenggang nyawa. Melalui indra penciumanku. Alih-alih menganggapnya sebuah kelebihan. Aku tak sudi. Pantasnya kusebut ia kutukan.

Keganjilan yang kualami sudah banyak orang yang tahu. Terutama kekasihku Najmi Ulya. Dia sangat paham dengan kondisiku lebih memlilih lari dari kenyatan ketimbang bertahan menyaksikan tragedi kemalangan. Sungguhku tak sanggup lagi. Jika suatu saat nanti kutukan ini menunjukkan kuasanya kepada perempuanku. Biarlah, biar kukorban mataku, telinga, kaki dan tangan. Bahkan jiwaku.

Tatkala, aku pergi ke ruang perpustakaan.

Di sana kujumpai Najmi ulya. Dialah perempuanku duduk bersimpuh di pelataran. Jemarinya megapit buku fisik dari situs Cerpenmu sampul bukunya berwarna putih, di sisinya bergambar daun hijau panjang meliuk hingga puncak buku. Itu adalah buku kegemarannya yang sering ia baca tatkala menyambang perpustakaan.

Aku berjalan mendekati perempuanku namun, tiba-tiba langkahku terhenti. Ada sesuatu yang menghujam indara penciumanku. Bau busuk yang sangat menyengat tercium dari tubuh Najmi. Aromanya melebihi seonggok bangkai. Aku nyaris muntah! Dadaku kembang kempis dalam irama cepat dan mengentak saat ini.

Jika aku mencium aroma bau busuk dari tubuh seseorang itu artinya … Orang itu hendak merangkul ajalnya.

Kurubuhkan tubuhku di lantai. Duduk berdampingan dengan perempuan yang menyerahkan seluruh isi hatinya untuk kumiliki. Di dalam posisi terduduk, kepala Najmi meneleng menyandarkan di bahuku. Lalu lengannya meletakan buku bacaan di sisi kiri. Jemari lentik pun mengapit mengisi sela-sela jemariku yang kosong.

“Besok sayembara puisi segera dimulai. Kubuatkan puisi untukmu.” Aku mengangguk pelan. Bagaimana mungkin aku bisa fokus dengan ucapannya sedangkan jiwaku tengah dihujam rasa cemas dengan buas. Jika keputusasaanku sanggup diselamatkan dengan bait-bait indah. Kutunggu-kutunggu ia melantunkan panorama keindahan dalam kalimat puisi.

Jemarinya yang kugenggam dalam dekapan terlepas. Najmi langsung mengambil posisi berdiri. jaraknya 3 langkah dari hadapanku. Lengannya Mengangkat selembar kertas setinggi dadanya.

“Untuk belahan jiwaku … Pi’i …” Suara itu terdengar tenang menyelusup di telingaku, Najmi tertegun seperti dilanda rasa pilu. Aku melihat dua sudut kelopaknya dirembasi air. Seolah ia tak mampu melanjutkan kalimatnya. Jemarinya meremas selembar kertas untuk meredam gelombang kesedihan berputar di batinnya.

“Kenapa kamu menangis?” Aku hanya pura-pura bertanya hal itu, sepertinya dia sudah membaca pikiranku dan, tahu betul isi rencana kelam didalam batang otakku. Aku berdiri terpancang, lalu kuayunkan kakiku menghampirinya. Dengan sigap Najmi memeluku erat-erat.

“Kamu jangan pergi. Aku enggak yakin bisa hidup tanpamu di sisiku.” Suara Najmi menggeragap seraya memelukku tubuhku erat-erat. Air matanya membasahi kaus hitamku.

“Cinta mengajariku sebuh arti ketulusan. Bukan hanya terpacu untuk memilikimu, melainkan melepasmu” Kurasakan pelukannya semakin kuat. Kubelai rambut hitamnya sembari kulawan arus yang menghisap tubuhku ke dalam kesedihan melebihi dalamnya palung Mariana.

Keesokan harinya, di sekolahku sedang mengadakan acara sayembara puisi yang berlangsung di lapangan sekolah. Pesertanya lumayan banyak dari kalangan kelas 1, 2 dan 3. Para siswa berseragam putih abu-abu berkumpul, bergerombol memenuhi area lapangan. Seringkali aku mendengar gelak tawa, senda gurau mereka menyemarakkan suasana, Namun di dalam keramaian aku dihujam kesepian.

Di sekolah ini. Aku tidak punya teman sepermainan.

Mereka membeciku lantaran aku mempunyai kelebihan mengetahui kapan mereka merenggang nyawa. Selepas dari itu kakiku merangket di ujung koridor sekolah. Mataku terpana pada perempuanku menancapkan kakinya di atas panggung sayembara. Terlihat cukup jauh, tapi terasa lekat. Memory kenangan manis saat bersamanya bergantang-gantang di dalam onggokan otakku.

Kurasakan dua retinaku dirembesi air hingga menyungai di pipiku. Aku menjiwai perjalanan dalam hal mencintai. Kutemui arti ketulusan cinta. Kutegarkan hati kecilku melepas ia untuk meraih kebahagiaan. Bukan bersamaku memang, tetapi dengan pria lain. Kutinggalkan perempuanku yang terkesiap melantunkan bait puisi dalam romantika cinta yang mengantarku ke masa berpulangku.

Fokusku berganti arah ke batang kakiku menyusuri koridor sekolah yang terlihat ramai di mataku, namun terasa senyap dalam jiwaku. Kuhentikan langkah kakiku di tepi balkon sekolah yang berada di lantai 3. Kedua bola mataku membulat kencang menunduk ke bawah. Kutangkap pemandangan lantai bebatu yang akan meremukan belulangku.

Kurasakan hembusan angin mengalun nada puisi sedang Najmi lantunkan di bawah sana. Mataku terpejam.

Untuk belahan jiwaku Pi’i … Aku berduka.

Tuhan jangan membuatku gelisah, peluklah ia agar membunuh kegelisahanku.

Tuhan jangan membuatku menangis. Baringkan ia di sisimu agar ia menghentikan tangisanku.

Tubuhku terpenting, melayang di udara…

Puisi itu untukku. Maka sayup-sayup kujaga kelopak mataku agar tidak tertutup. Hanya untuk mendengar sepenggal akhir kalimat yang membebat keindahan.

Terima kasih Tuhan, kini ia bersamamu.

Tolong jaga dia sampai aku memintanya kembali. Bukan dikehidupan ini. Tapi dikehidupan nanti.

Kini kelopak mataku tertutup sempurna. Kegelapan menyelubungi retinaku. Berbarengan dengan darah segar menyembul keluar dari kepalaku yang pecah menghatam bumi. Menggelepar tewas.

Cerpen dengan judul "Nyawa (Cerpen)", telah berhasil dimoderasi dan lolos ditayangkan oleh tim editor.

Cerpen Nyawa (Cerpen) merupakan cerita pendek karangan Faisal Fajri, agan dapat mengunjungi profil penulis untuk membaca karya-karya cerpen terbaru miliknya. Baca juga cerpen seputar Fantasi, atau cerpen menarik lainnya dari Faisal Fajri.


Cerpen ini telah berhasil ditayangkan sekitar: 3 tahun yang lalu. Bagaimana menurutmu gengs? apakah agan menyukai tulisan cerpen dari Faisal Fajri? jika agan menyukai cerpen ini, silahkan tulis pendapatmu di kolom komentar ya gengs.


Jika dirasa cerpen ini bermanfaat, jangan lupa sebarkan cerpen ini ke medsos atau langsung klik tombol sebarkan ya gengs! 🫰.

Promosi Via Guest Post!

Buat agan & sista, jika ingin mempromosikan produk bisnismu melalui tulisan (guest post-content placement), silahkan baca terlebih dahulu tentang aturan dan kebijakan guest post 👉 di sini 👈

Hai gansis! 🧑‍🦱🧑‍🦰 Yuk coba seru-seruan bareng komunitas dengan menggunakan asisten AI cerdas. Caranya sangat mudah, cukup dengan memberikan tagar dan mention [#tagargpt & @balasgpt] pada balasan agan dan sista di sini.

25 Fitur Terbaru: Kuis AI, Pelajaran Sekolah AI, Latihan Soal AI, Jawaban Soal AI dan masih banyak lagi fitur menarik lainnya.


Hanya pengguna VIP yang sudah terdaftar dan memiliki akun lencana terverifikasi

Dilarang mengirimkan pesan promosi, link, spam dsbg. Namun jika agan ingin menyisipkan link (promosi), silahkan pergi ke halaman hubungi moderator kami. Berkomentarlah dengan bijak dan sesuai topik yang ada. Untuk informasi selengkapnya, silahkan baca aturan di sini.

Komentar