Romantis
Diterbitkan di Romantis
avatar
waktu baca 33 menit

Kereta Valentine (Part 1)

Kala itu, tanggal 14 Februari bertepatan dengan Hari Valentine, hari yang dirayakan remaja sebagai hari kasih sayang, Kereta Valentine, kereta yang berwarna pink diluncurkan untuk pertama kali.

“Mas Juno, nanti yang potong pitanya, saya yang memecahkan kendinya, sebagai tanda Kereta Velentine resmi diluncurkan.” Kata Bapak Kepala KAI.

Aku menggangguk. Sungguh suatu kehormatan bagiku diberi kesempatan untuk memotong pita tanda pemberangkatan perdana kereta valentine. Petugas KAI membawakan gunting untukku dan kendi untuk Pak Kepala KAI. Aku gunting pita rangkaian bunga mawar yang diikat melintang di lokomotif dan dilanjutkan Bapak Kepala KAI memecahkan kendi kecil yang berisi air, bunga mawar dan melati dengan membenturkan pada lokomotif.

“Terima kasih Mas Juno. Ini 12 tiket gratis yang dapat digunakan kapan saja, kalau habis tinggal telpon saya.”

“Terima kasih Bapak Kepala KAI.”

Tentu saja pemberangkatan perdana, tidak aku lewatkan. Aku ingin merasakan sensasinya. Setengah jam sebelumnya, para penumpang yang sebagian besar para remaja berdesakan di kanan-kiri gerbong menuliskan kerinduan kepada seseorang pada kain putih yang menyelimuti gerbong pink. Mereka sudah siap dengan spidol yang dibawa. Memang pada lembaran tiket sudah diberitahu agar penumpang membawa spidol untuk menuliskan pesan di gerbong kereta.

“Ani, aku rindu kamu, apakah kita masih dapat berjumpa?”

“Agus, kamu dimana? WA aku ya…?”

“Ninuk, cintaku tetap padamu. Kuingin mendekapmu sekali saja.”

“Yayuk kita baikan ya…, aku minta ma’af. Kutunggu di ruang rindu.”

“Endang, aku tahu kamu sudah menikah lagi sejak kita berpisah, dapatkah aku memeluk Riri sejenak, buah kasih kita berdua?”

Ya…, itulah sebagian kata-kata yang dituliskan penumpang untuk dapat berjumpa dengan mantan kekasihnya.

“Kepada yang merindukanku, apakah kita bisa ketemu? Catat ya nomor HP ku. Kita ketemu di warung pink di stasiun KA tanggal 14 bulan berikutnya. Salam rindu dariku, Juno.”

Itu kalimat yang aku sampaikan kepada seseorang yang merindukanku. Aku tidak tahu siapa wanita itu yang sebenarnya, apakah Dewi atau Euis atau Ayu atau yang lainnya. Dalam hitungan menit, kain putih berwarna putih sudah penuh berisi coretan-coretan kerinduan, oleh petugas KAI kain putih tersebut dilipat dan selanjutnya disimpan.

Aku yakin mereka yang naik kereta pink masih galau dengan mantan kekasihnya. Jika satu gerbong berisi 80 orang, maka kereta pink yang terdiri 9 rangkaian gerbang penumpang terdapat 720 penumpang galau. Sebenarnya rangkaian kereta valentine 10 gerbong namun satu gerbong dipergunakan untuk restoran.

Aku segera berjalan setengah berlari menuju gerbong tiga, mencari kursi nomor 5A. Sambil berjalan secara perlahan sambil mencari nomor 5, sepintas aku lihat gerbong sudah penuh penumpang. Tidak terlalu lama aku sudah menemukan kursi nomor 5. Di kursi nomor 5B duduk seorang wanita cantik memakai baju motif melati dengan warna dasar pink. Usianya aku taksir sekitar 23 tahun.

Dheg. Jantungku berdetak. Wanita itu mengingatkanku akan seseorang. Aku tersenyum dan menganggukan kepala, wanita itu pun tersenyum membalasnya dan mempersilahkan aku duduk disampingnya. Aku tengok pandangan keluar, petugas KAI dengan topi khasnya keluar dari ruangannya dengan membawa edblek berwarna hijau menuju ke arah lokomotive.

Tidak berapa lama terdengar peluit.

Priiit…

Kereta pun berjalan perlahan mengikuti irama ratusan roda-roda besi yang berputar. Para pegawai KAI dengan seragam kkhasnya berdiri di tepi kereta memberi hormat dan mendoakan agar perjalanan kereta aman dan selamat sampai tujuan. Kereta berjalan semakin cepat dan akhirnya berlari dengan kecepatan konstan meninggalkan Jakarta menunju tujuan akhir Yogyakarta. Pohon-pohon, tiang-tiang listrik di kiri dan kanan kereta berlari dengan cepatnya ke arah berlawanan. Setiap persimpangan jalan berderet kendaraan dengan sabar menunggu kereta pink lewat.

Aku perhatian penumpang secara sepintas, sebagian besar penumpangnya memakai pakaian bernuansa pink sesuai dengan informasi yang tertera di tiket. Di bagian atas depan gerbong terpasang televisi yang lumayan besar, sementara di kursi disediakan laptop yang dapat memutar film atau lagu keinginannya. Dibagian belakang kursi didepannya disediakan majalah khusus yang berisi cerita roman percintaan. Fasilitas gerbong kereta valentine memang waaah, melebihi fasiltas yang ada di pesawat terbang. Meski harga yang ditawarkan setara dengan harga tiket pesawat untuk tujuan yang sama namun penumpang kereta valentine penuh juga. Memang satu bulan sebelum jadwal pemberangkatan kereta valentine perdana sudah diberitakan malalui berbagai media. Melalui web KAI, diketahui bahwa dua minggu sebelumnya ticket sudah habis. Begitu banyaknya calon penumpang yang ingin menikmati sensasi naik kereta pink dan sekaligus ingin memberitahu kerinduan kepada mantannya.

Sebenarnya jantungku masih berdetak ketika duduk dekat wanita di kursi 5B meski tidak sekeras awal.

“Kenalkan, saya Juno, Arjuno.” Aku ulurkan tanganya.

“Tika, Kartika.” Jawabnya.

Aku tatap wajahnya dan aku jabat tangan mungilnya dengan jabatan yang cukup kuat.

“Auuh!” Teriaknya.

“Oh…, ma’af.”

Aku tersenyum. Dia pun ikut tersentum.

“Mas Juno itu nakal.” Katanya dengan suara pelan.

Tika mengingatkanku wajah bintang film favoriku zaman dahulu, WIDYAWATI, yang dalam usianya sekitar 70 an masih memancarkan kecantikannya.

“Mbak Tika atau Tika saja, aku memanggilnya.”

“Tika saja Mas.”

Itu lah awal perkenalan dan percakapan dengan Tika. Ia membeli tiket kereta valentine karena tertarik dengan iklan yang dibaca melalui WA. Ia ingin merasakan sensasinya dan juga berharap suatu saat dapat bertemu dengan mantan kekasihnya.

“Tika ke Yogya juga?”

“Iya Mas?”

“Yogya itu kota kenangan, entah mengapa aku yang sudah beberapa kali aku Yogya tapi setiap ada kesempatan selalu kepengin ke Yogya.”

“Ada yang ingin ditemui?” Tanyanya .

“Tidak juga.”

“Tika, percaya nggak kalau Kereta Valentine itu ideku?”

“Oh…, ya? Keren sekali!”

“Bagaimana ceritanya?” Tanyanya lebih lanjut.

“Tika, kereta valentine tercipta karena rasa galau yang selalu menyertaiku, kesendirian, kesepian dan entah apa lagi yang sejenis dengan itu.”

“Waah…, seru nich!”

PoV

Ingatanku menerawang lima bulan yang lalu. Aku kirim proposal tentang kereta pink kepada pimpinan KAI. Tujuannya adalah mempertemukan para mantan dengan kekasihnya. Aku sendiri telah merasakan kesendirian dan kesepian hingga kini dan berharap dapat bertemu dengan mantan dan syukur-syukur dapat menyambung tali kasih yang telah terputus atau malahan ketemu jodoh seseorang yang sedang galau juga. Aku bangga ideku diterima dan dieksekusi oleh pimpinan Kereta Api Indonesia.

“Mas Juno, kenapa warna pink menjadi pilihan warna kereta?” Tanya bapak pimipinan KAI.

“Begini Pak, warna pink merupakan warna asmara universal untuk diri sendiri dan orang lain, mewakili persahabatan, kasih sayang, harmoni dan kedamaian batin. Warna pink juga sering digambarkan sebagai simbolis cinta, memberi citra romantis, intim, feminin, penuh kasih, perhatian, dan sangat peduli.”

“Bapak pimpinan, gerbong berwarna pink harus disertai dengan gambar-gambar yang menunjukan suasana kegembiraan dan romantis, gambar hati, demikian juga gambar balon, bunga mawar, gambar anak kecil yang sedang memanah hati dan gambar lainnya yang menunjukkan kasih sayang dilukiskan pada gerbong. Tim Bapak pasti tahu atau lebih baik saat penggambarannya saya ikut bersama tim bapak.”

“Baik, Mas Juno selama lima bulan Mas Juno menjadi bagian dari tim kami, menjadi supervisor kereta pink.”

“Baik Pak.”

“Mas Juno, jadi kereta pink berangkat setiap tanggal 14?”

“Ya betul Pak. Kereta pink ini kita beri nama KERETA VALENTINE yang hanya diberangkatkan setiap bulan pada tanggal 14. Pada saat itu, para penumpang diminta untuk menulis apa yang menjadi harapannya terhadap mantan kekasih. Tulisan-tulisan dari penumpang kita minta juga ditulis pada WA kereta valentine.”

“Saya mempunyai keyakinan kerata pink akan selalu penuh penumpangnya. Jadi nanti enam bulan berikutnya dapat dibuka jalur baru Jakarta-Surabaya.”

Beruntung pengetahuan IT kepala KAI cukup baik sehingga mengerti apa yang aku maksudkan. Aku yakin dalam tempo satu bulan sudah banyak komen atau malahan sudah ada beberapa orang yang ketemu dengan mantan kekasih.

“Jadi saya harus buat WA kereta valentine.”

“Ya…, betul. Bapak beli HP satu lagi khusus untuk itu. Bapak cukup tugaskan salah satu staf yang masih muda dan mengerti tentang IT.”

PoV

Warna pink itu selalu mengingatkanku saat memadu kasih dengan DEWI, cinta pertamaku. Dia adik kelasku, dia kelas satu aku kelas dua SMA. Sempat berpacaran selama dua tahun sebelum akhirnya kandas ditengah jalan. Kenangan yang tidak terlupakan hingga kini, menyakitkan tapi entah mengapa aku selalu mengharapkan untuk ketemu dengannya. Apakah karena ciuman pertamaku dengannya di ruang rindu? Ruang rindu sebenarnya hanya berupa café bakso yang dinding café nya berwarna pink. Pengunjungnya kebanyakan para remaja yang sedang memadu kasih. Aku dan Dewi biasanya datang menjelang café tutup, pengunjung sudah tidak ada. Pintu sudah ditutup, tinggal kami berdua. Makan bakso bersama saling menyuapi. Saat itu aku dapat menatap wajahnya sepuasnya.

“DEWI, aku sungguh beruntung dapat menggandeng tanganmu yang mungil.”

“Juno, alangkah bahagiannya kalau kita bisa bersama sampai akhir hayat.”

Namun, menjelang ujian, aku memergokinya ia bergandengan tangan dengan lelaki tegap dan gagah. Aku tidak mengenalnya, mungkin mahasiswa atau taruna atau malahan eksekutif muda di kotaku. Aku shock berat, hampir saja ujian yang sudah di depan mata gagal.

“Juno, kita putus. Hubungan kita sampai di sini saja.”

“Juno, kalau kamu bisa menggandeng gadis lain, aku pun bisa menggandeng lelaki lain yang jauh lebih darimu.”

“Emangnya gadis mana yang aku gandeng?”

“Sudahlah Juno, tidak usah berkelit. Bukankah beberapa hari kamu tidak ke rumahku karena menggadeng gadis itu?”

“Dewi, beri kesempatan aku untuk menjelaskan.”

“Tidak perlu.”

“Dengarkan sebentar saja.”

“Tidak perlu!”

“Baiklah Dewi, kalau itu keputusanmu. Semoga kamu berjodoh dengan lelaki pilihanmu.”

Untuk lebih menyakinku selama beberapa hari aku menyamar menjadi intel amatir. Ternyata memang benar, malam Minggu itu, Dewi berjalan sambil bergandengan tangan dengan lelaki di sebuah mall, setelah itu dilanjutkan menonton bioskop. Putus sudah harapanku. Memang lelaki tersebut gagah dengan pakaian terkini dan memakai jam bermerk.

Aku jadi paham mengapa DEWI berkeras tidak mau memberiku kesempatan untuk menjelaskannya. Padahal wanita yang dimaksud Dewi adalah saudaraku, AYU namanya. Ia berasal dari seberang yang kebetulan libur panjang sehabis ujian SMP. Selama beberapa hari ibu menugaskanku untuk mengajaknya jalan-jalan keliling kota. Memang aku salah tidak pernah cerita tentangnya kepada Dewi.

Jujur aku belum siap untuk berpisah dengan DEWI. Perpisahan yang mendadak dan tidak masuk akal. Tapi itu sudah diputuskannya. Bukankan cinta tidak bisa bertepuk dengan sebelah tangan? Sejak itu, aku mencoba melupakannya. Ternyata, tidak segampang yang aku duga. Wajahnya selalu menyertaiku. Bahkan sehabis sholat, salah satu doa yang aku panjatkankan kepada Sang Pencipta untuk dapat segera melupakannya.

“Ya…, Allah, lumpuhkanlah ingatanku, hapuskanlah ingatanku tentang dia, hapuskan memoriku tentang dia, hilangkanlah ingatanku tentang dia.” Sengaja aku kutip sebagian dari lirik lagu “Lumpuhkan Ingatanku” yang dinyanyikan oleh Geisha untuk menggambarkan kegalauan jiwaku.

Setelah lulus SMA, aku memilih kuliah di Bogor, jauh dari tempat tinggalku. Selain dapat memperoleh gelar sarjana dalam waktu 4 tahun juga berharap dapat melupakan Dewi sesegera mungkin.

“Juno…, pesan Ibu, kamu ke Bogor hanya kuliah saja, jangan pacaran dulu. Kamu tidak perlu memikirkan biayanya, apa pun akan ibu lakukan untuk kuliahmu. Jodoh akan datang sendiri setelah kamu memperoleh gelar sarjana.”

Pesan ibuku akan selalu aku jaga dan ingat. Aku tidak ingin mengecewakannya, apalagi aku anak tunggal. Aku sadar ibu hanyalah petani di desa, bapak sudah meninggal dua tahun yang lalu.

Di Bogor, aku kuliah di perguruan tinggi terbesar di kota itu dengan memilih jurusan IT pada Fakultas MIPA. Selama kuliah, aku kurang bergaul dengan gadis-gadis satu angkatan. Teman-temanku satu angkatan memberi gelar kepadaku kutu buku dan kuper, kurang pergaulan. Aku hanya belajar dan belajar. Aku tidak boleh berkenalan terlalu jauh dengan gadis. Saat aku tingkat dua, aku dipercaya sebagai asisten matematika. Nilai matematikaku memperoleh nilai A plus, demikian pula nilai-nilai lainnya sangat bagus. Sebagai asisten dosen cukup banyak gadis-gadis tingkat satu yang selalu menanyakan tentang matematika.

“Mas Juno, kuliah matematika tadi pagi rasanya sulit amat.” Tanya Euis.

“Euis, bukankan matematik hanya mengulang pelajaran SMA?”

“Iya… siich, tapi kok sulit amat, ajarin ya…”

“Ya…, nanti saat responsi perhatikan baik-baik.”

Lain waktu.

“Mas Juno, Euis pinjam donk laporan praktikum kimia, fisika dan biologinya.”

“Masa laporan saja pinjam. Laporan itu kan hanya apa yang dilakukan saat praktek.”

“Pokoknya Euis pinjam laporannya. Boleh kan?”

Ya.., Euis salah satu gadis cantik yang selalu minta perhatian dariku. Selalu ada saja yang dilakukan Euis untuk mendekatiku. Akhirnya aku lupa akan pesan ibu. Hampir setiap malam Minggu, kami menikmati keindahan kota Bogor apakah nonton bioskop, atau hanya sekedar jalan-jalan di Mall, atau hanya sekedar duduk-duduk di taman yang cukup banyak di Bogor.

Sampai pada suatu ketika, hari yang tidak akan lupakan seumur hidupku. Hari yang menyakitkan. Kala itu, aku sedang menunggu Euis di café kampus. Dia datang menutup mukannya dengan saputangan. Terlihat matanya agak lembam, sepertinya baru menangis. Setelah duduk sebentar, aku sodorkan air putih hangat untuk menenangkan hati dan pikirannya.

“Ada apa Euis?” Sepertinya ada peristiwa besar yang sedang menimpamu.”

“Iya… Mas. Hubungan kita tidak disetujui orangtuaku. Aku sudah dijodohkan oleh orangtuaku. Minggu depan mereka akan melamarku. Aku tidak berdaya atas pilihan orangtuaku.”

Aku tidak mampu berkata. Badanku lemes seketika, sepertinya tulang-tulangku tidak mampu menyangga tubuhku. Cinta yang sudah tumbuh bersamanya harus aku kubur dalam-dalam.

“Euis, jika demikian pilihan orangtuamu, kamu harus menerimanya. Lupakan saat-saat indah bersamaku. Aku pun akan melupakan hal yang sama. Semoga kamu berbahagia.”

Pesan ibu telah aku langar, akibatnya aku rasakan. Dua kali aku terdampar dalam percintaan. Sempat skripsi yang aku susun mengalami keterlambatan. Namun dengan selalu mengingat ibu, akhirnya, gelar sarjana pertanian aku peroleh meski terlambat enam bulan.

Ibu datang saat wisudaku, dengan memakai pakaian terbaiknya, begitu bahagianya menyaksikan acara wisuda. Sehabis wisuda, aku hampiri ibuku. Ibu menatapku dengan mata tergenang, beberapa kali mencium kepalaku, mencium pipiku dengan penuh kasih.

“Juno lihat ke atas, Bapakmu tersenyum melihatmu sudah jadi tukang insinyur. Ibu sudah tenang, engkau sudah jadi tukang insinyur. Ibu tinggal menunggu kapan kamu bawa calon istrimu.”

Aku menyadari sepenuhnya bagaimana pengorbanan ibu dalam usahanya aku memperoleh gelar sarjana.

Tidak berapa lama Euis dengan langkah setengah berlari menunju ke tempatku.

“Selamat ya…, Mas Juno sudah menyandang gelar Sarjana Pertanian.”

“Terima kasih Euis. Ini Ibu saya.”

“Ibu, ini Euis, adik kelas Juno, saat ini masih masih kuliah.”

Euis mencium tangan ibu. Itu merupakan pertemuan terakhir dengan Euis. Dia sudah jadi milik orang lain.

Setelah menyandang gelar sarjana aku lebih memilih pulang kampung untuk mengerjakan sawah sekaligus menjaga ibu yang semakin renta. Dengan mempraktekkan ilmu yang aku peroleh, lahan seluas lima hektar aku usahakan dengan berbagai komoditi: ada tanaman padi, ada tanaman sayur, ada tanaman buah, ada ternak sapi, ada ternak ayam, itik dan kolam ikan. Bahasa kerennya pertanian terpadu. Keahlianku dibidang IT sangat membantu dalam membangun jejaring dengan teman-teman yang ahli dalam pertanian dan pemasaran hasil.

Ada lima orang yang membantuku, dua lulusan SMKA Pertanian, satu orang diantaranya, wanita, DENOK panggilannya. Aku sudah mengenalnya sejak lama karena sama-sama berasal dari desa yang sama. Kala dia SMP aku sudah masuk perguruan tinggi. Sebagai gadis desa pada umumnya, penampilannya sederhana, tanpa make up, kulit warna coklat dimakan mentari. Denok termasuk pegawai yang rajin dan cukup pandai dalam bidang IT. Untuk urusan pencatatan asset, keuangan, administrasi pemasaran hasil aku percayayakan kepadanya. (BERSAMBUNG)

Cerpen dengan judul "Kereta Valentine (Part 1)", telah berhasil dimoderasi dan lolos ditayangkan oleh tim editor.

Cerpen Kereta Valentine (Part 1) merupakan cerita pendek karangan Bambang Winarto, agan dapat mengunjungi profil penulis untuk membaca karya-karya cerpen terbaru miliknya. Baca juga cerpen seputar Romantis, atau cerpen menarik lainnya dari Bambang Winarto.


Cerpen ini telah berhasil ditayangkan sekitar: 1 tahun yang lalu. Bagaimana menurutmu gengs? apakah agan menyukai tulisan cerpen dari Bambang Winarto? jika agan menyukai cerpen ini, silahkan tulis pendapatmu di kolom komentar ya gengs.


Jika dirasa cerpen ini bermanfaat, jangan lupa sebarkan cerpen ini ke medsos atau langsung klik tombol sebarkan ya gengs! 🫰.

Promosi Via Guest Post!

Buat agan & sista, jika ingin mempromosikan produk bisnismu melalui tulisan (guest post-content placement), silahkan baca terlebih dahulu tentang aturan dan kebijakan guest post 👉 di sini 👈

Hai gansis! 🧑‍🦱🧑‍🦰 Yuk coba seru-seruan bareng komunitas dengan menggunakan asisten AI cerdas. Caranya sangat mudah, cukup dengan memberikan tagar dan mention [#tagargpt & @balasgpt] pada balasan agan dan sista di sini.

25 Fitur Terbaru: Kuis AI, Pelajaran Sekolah AI, Latihan Soal AI, Jawaban Soal AI dan masih banyak lagi fitur menarik lainnya.


Hanya pengguna VIP yang sudah terdaftar dan memiliki akun lencana terverifikasi

Dilarang mengirimkan pesan promosi, link, spam dsbg. Namun jika agan ingin menyisipkan link (promosi), silahkan pergi ke halaman hubungi moderator kami. Berkomentarlah dengan bijak dan sesuai topik yang ada. Untuk informasi selengkapnya, silahkan baca aturan di sini.

Komentar