“Joni, siapa calon lawan saya,” tanya Rahwono.
“Belum ada, Pak.”
“Joni, minggu depan sudah harus ada lawan tanding saya. Saya tidak mau lawan kotak kosong.”
Rahwono menepuk pundak Joni tidak terlalu keras.
“Kalau di desa lain demikian banyak calon kades, di sini cari satu saja sulit. Lawan kotak kosong bisa jadi masalah, bisa dapat penilaian negatif dari Pak Camat atau malahan Pak Bupati.” Guman Rahwono.
Satu minggu setelahnya, Joni memberitahu bahwa sudah ada calon Kades.
“Pak Rahwono, tadi pagi saya telah mendaftar sebagai calon kepala desa,” kata Arjuno.
Rahwono tersenyum. Terbayang enam tahun ke depan menjabat lagi sebagai kepala desa. Tidak rugi membayar Joni Hitung sebagai konsultannya.
“Arjuno, ini 50 juta untukmu.”
Rahwono dengan usia 37 tahun kelihatan semakin gagah. Badannya tinggi besar dengan kumis melintang, rambut cepak, kulitnya coklat agak gelap. Konon, Rahwono keturunan darah biru. Di jarinya selalu melekat batu akik merah delima sebesar kelereng. Batu akik nan indah, memancarkan warna merah yang menurut cerita diperolehnya melalui tapa broto, di pertemuan Sungai Elo dan Sungai Progo.
Di ruang kerjanya, selain foto Pak Jokowi dan Pak K.H. Ma’ruf Amin, juga terdapat foto Pak Harto yang disandingkan dengan foto dirinya. Rahwono penganggum beratnya. Gaya kepeminpinannya, ditirunya bulat bulat. Raut mukanya senantiasa tersenyum. Dibalik itu, Rahwono tidak mengenal kompromi, cenderung kejam. Pernah Dulkamdi menggoda Putri, istri keduanya yang paling disayang. Besoknya, muka Dulkamdi bengap dan beberapa giginya rompal. Masih untung tidak diusir dari desa. Beberapa warga telah diusir karena berani mengkritik kebijakannya. Warga desa paham betul akan gaya kepemimpinannya.
“Jika Pak Harto mampu memimpin Indonesia lebih dari 30 tahun, mestinya saya juga bisa menjadi kades selama 18 tahun. Bukankan warga desa puas dengan kepemimpinan saya?”
Sejak menjabat sebagai Kades, Rahwono telah tiga kali kawin. Shinta istri pertamanya masih belum memberikan keturunan. Putri istri keduanya telah mempunyai momongan satu orang, laki-laki, terakhir Dewi yang baru dinikahinya.
“Juno, aku dilamar Rahwono,” kata Dewi.
Arjuno diam sejenak.
“Baiklah Dewi, tapi ingat Rahwono hanya memperoleh ragamu. Jiwamu tetap milikku.”
Arjuno tidak mau mengalami nasib seperti halnya Dulkamdi dan lebih memilih seperti apa yang dilakukan Prakosa yang rela kekasihnya dicuri oleh Rahwono.
Sejak diumumkannya Arjuno sebagai penantang petahana, warga desa ramai membicarakannya. Arjuno sudah dikenal sebagai Ketua Driver Ojol dan Ketua Karang Taruna di desanya. Desa Melatih Putih mulai semarak dengan gambar petahana yang bertebaran menghiasi tempat-tempat strategis di desa. Dalam setiap survei, yang dimuat surat kabar desa Suara Melatih Putih, elaktibilitas Rahwono jauh di atas Arjuno. Rahwono puas, bangga dengan dirinya sendiri, puas dengan hasil kerja Joni Hitung.
Panggung hiburan dang-ndut meramaikan suasana kampanye terbuka. Lapangan penuh warga desa. Penyanyi seronok dari desa sebelah, yang mempertontonkan lekukan tubuhnya selalu mendapat sorakan penonton.
“Suiit…, suiit…, suiit…,” siulan penonton.
“Lanjut…, sampai malam…”, teriak penonton.
Rahwono dan para pengawalnya berjoget ria bersama para penyanyi. Lembaran uang coklat, ungu, hijau, biru dan bahkan merah ditebarkannya tanpa merasa bersalah. Sebaliknya, di kubu Arjuno tidak ada nuansa kampanye sama sekali. Sepi, menyerah sebelum bertanding. Rahwono semakin puas, Arjuno dalam jalur gemgamannya, dengan harga yang sangat murah. Joni Hitung pancen OCE!
Tibalah hari pencoblosan.
Warga desa berbondong-bondong ke lapangan desa yang telah disulap menjadi tempat pencoblosan. Warga desa begitu antusiasnya. Bilik suara akan jadi saksi bisu sekaligus pelindung kerahasiaannya. Rahwono berjalan menuju tempat pencoblosan, dibalut dengan pakaian Jawa lengkap. Kedua centengnya mengapitnya. Senyum yang biasanya dipamerkan tidak tampak. Sorot matanya kuyu, bagai orang sakit yang tidak tidur semalaman. Polesan bedak tidak mampu menutupi kepucatan wajahnya. Batu merah delima tidak terlihat di jarinya. Sungguh aneh.
Di panggung, Ketua Pilkades, menunggu kedatangan dua kandidat. Rahwono datang terlebih dahulu, duduk di sebelah kanan Ketua Pilkades. Arjuno datang tidak lama kemudian. Belum sempat duduk, Rahwono berdiri kembali dengan sempoyongan.
“Pencuri batu merah delima!” Rahwono menunjuk Arjuno.
Ketua Pilkades sesaat bengong. Demikian pula warga yang hendak mencoblos, mereka saling berpandangan.
Arjuno mengangkat tangannya, diikuti Prakosa dan Joni Hitung.
“Pencuri batu merah delima!” teriak Rahwono menunjuk Prakosa dan Joni Hitung.
Secara serentak, bagai dikomando, warga yang siap mencoblos juga mengangkat tangannya dengan memperlihatkan batu merah delima di jarinya.
“Pencuri batu merah delima!” teriak Rahwono menunjuk warga desa.
Nafas Rahwono terengah-engah, menahan amarah. Jantungnya berdetak dengan cepatnya, bagai sehabis bertanding lari seratus meter. Bola matanya hampir keluar dengan pandangan penuh kemarahan. Namun bara api dari matanya hanya bertahan dalam hitungan sepersekian detik. Matanya berubah redup tanpa cahaya. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Duduknya mulai goyah, kepalanya disandarkan di kursi. Saat penghitungan suara, kondisinya semakin memprihatinkan.
Setiap panitia berteriak “Arjuno!”, palu godam menghantam jantungnya tanpa belas kasihan. Pada hantaman ke 101, Rahwono tidak kuat, pingsan. Rahwono dilarikan ke rumah sakit terdekat. Tiga jam kemudian diperoleh berita Rahwono meninggal.
Arjuno menang mutlak, tanpa mengeluarkan uang sepersenpun. WA dan SMS sebagai senjata utamanya. Tidak ada kampanye darat, tidak ada hura hura, tidak ada debat terbuka. Slogan “Basmi Pencuri Raga Perawan di Desa Melatih Putih” dishare ke seluruh warga dengan model MLM, dengan Arjuno sebagai panglimanya. Sudah bukan rahasia lagi selama 6 tahun, warga desa masih hidup dengan penuh kesahajaan, makan gaplek, makan tiwul dengan lauk ikan teri. Hanya segelintir warga yang hidupnya berkecukupan. Para centeng, aparat desa, pengusaha gurem ramai-ramai mencari dan mencuri raga perawan. Rahwono dijadikan sebagai panutannya. Kejantanan dan kekayaan, dua simbol yang membanggakan bagi laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu.
Atas ide dari Joni Hitung uang 50 juta dari Rahwono dibelikan batu merah delima imitasi. Harganya cuma 10 ribu rupiah. Lima ribu warga memakainya saat hari pencoblosan. Sementara, batu merah delima asli dicuri Dewi dan diberikan kepada Arjuno. Joni Hitung mengetahui bahwa Rahwono sangat percaya kekuatan magis batu merah delima. Batu yang mampu melanggengkan kekuasannya. Kehilangan, sama saja dengan kehilangan kekuasaan, bahkan kehilangan nyawanya.
Strategi “Sunyi Menuju Kemenangan”, ide dari Joni Hitung berjalan sempurna. Tiga orang berkonspirasi untuk mengalahkan Rahwono. Joni Hitung dendam, uang 30 juta yang dijanjikan Rahwono tidak pernah diberikan. Arjuno dan Prakosa dendam, gadis pujaannya dicuri dan dijadikan istrinya.
Dewi berlari memeluk Arjuno tanpa rasa malu. Prakosa memandang anak kecil yang digendong Putri dengan penuh rasa cinta.
Tahun pertama dan kedua roda pemerintahan desa berjalan normal. Tahun ketiga pencuri raga perawan muncul dan tumbuh subur kembali. Arjuno lah pelopornya. Lupa akan janjinya saat kampanye tiga tahun lalu.
“Dewi, aku akan meminang Endang, murid SMA Melati Putih.”
Dewi tidak menjawab. Dewi merasa aneh. Arjuno seperti halnya Rahwono tidak pernah melakukan kewajibannya sebagai suami tapi kepengin kawin lagi. Selama perkawinan dengan keduanya, tubuhnya belum pernah dijamahnya. Dewi pasrah, hanya sebagai pajangan. Putri punya anak bukan karena Rahwono, tapi karena Prakosa. Saat Rahwono pergi, saat itu pula Prakosa datang. Kalau Rahwono sayang sama Putri tidak lain hanya untuk menutupi ketidakmampuannya sebagai lelaki. Tahun keempat, kembali Arjuno mencuri raga Puspa, perawan SMK yang baru mekar.
Waktu berlari tanpa mengenal lelah, tanpa istirahat. Enam tahun pun berlalu tanpa adanya perubahan berarti di Desa Melati Putih. Pilkades kembali digelar. Bayang-bayang Pilkades enam tahun lalu berputar di kepala Arjuno, film yang mempertontonkan kemenangannya sempurna melawan Rahwono. Kali ini, Abimanyu penantangnya, yang menjadi Ketua Ojol dan Ketua Karang Taruna di desanya. Motifnya sangat sederhana merebut kembali kekasihnya, Puspa dari pelukan Arjuno. Program yang diusungnya sama persis seperti program Arjuno 6 tahun yang lalau, “Basmi Pencuri Raga Perawan di Desa Melati Putih”.
Saat pencoblosan, batu merah delima telah menempel selama 6 tahun di jarinya telah berada di jari Abimanyu. Entah siapa mengambil dari jarinya. Arjuno pasrah, kekalahan dan bahkan kematian telah menjemputnya. Sejarah berulang. Apakah akan berulang kembali 6 tahun ke depan? Wallahualam Bissawab.
Cerpen Pencuri Raga Perawan merupakan cerita pendek karangan Bambang Winarto, agan dapat mengunjungi profil penulis untuk membaca karya-karya cerpen terbaru miliknya. Baca juga cerpen seputar Kehidupan, atau cerpen menarik lainnya dari Bambang Winarto.
Cerpen ini telah berhasil ditayangkan sekitar:
Jika dirasa cerpen ini bermanfaat, jangan lupa sebarkan cerpen ini ke medsos atau langsung klik tombol sebarkan ya gengs! 🫰.
Promosi Via Guest Post!
Buat agan & sista, jika ingin mempromosikan produk bisnismu melalui tulisan (guest post-content placement), silahkan baca terlebih dahulu tentang aturan dan kebijakan guest post 👉 di sini 👈
25 Fitur Terbaru: Kuis AI, Pelajaran Sekolah AI, Latihan Soal AI, Jawaban Soal AI dan masih banyak lagi fitur menarik lainnya.
Hanya pengguna VIP yang sudah terdaftar dan memiliki akun lencana terverifikasi