Dua bulan sebelum kedatangan Bima, aku minta ditugaskan ke lapangan selama tiga bulan. Aku tidak ingin mendengar perkawinan Dewi dengan Bima. HP sengaja aku matikan.
Tapi…, ketika malam hari tiba, ketika sedang beristirahat di camp, kala kupejamkan mataku, wajah Dewi datang tanpa diundang dan langsung merasuk hingga jiwa. Bagai melihat film, segala kenangan indah bersamanya berputar di kepalaku, makan bersama, jalan-jalan bersama dan saat-saat indah lainnya.
Selama waktu itu pula, aku merasa bagai menjemput ajal. Setiap hari, sebilah sembilu mengiris hatiku secara perlahan. Tidak ketinggalan sebuah palu godam pun ikut menghatam jantungku. Kini, aku kembali dengan kesendirian ditambah luka hati yang sangat dalam yang aku buat sendiri karena kebodohanku.
“Oh… Tuhan, di hatiku hanya terisi satu wajah dengan satu nama, kini dia akan pergi bersama kekasihnya. Andai aku bisa membuang dan menghapuskan wajahnya. Ya… Tuhan, matikan rasa cintaku padanya.”
Tiga bulan pun berlalu. Kembali ke Jakarta dengan rutinitas pekerjaan, menyusun perencanaan hutan. Makan siang dalam kesendirian. Tapi sungguh tidak terduga, siang itu, Dewi datang ke kantin dengan wajah kusut dengan mata lembab.
“Kelinci?”
Dewi langsung duduk di depanku. Melihat wajahnya, aku dapat menduga ada sesuatu yang luar biasa menimpanya. Aku segera ambil air mineral.
“Kelinci, minum dulu.”
Tidak berapa lama Dewi sudah dapat menguasasi diri.
“Kenapa Mas Juno, Dewi hubungi berulang kali tidak ada jawaban.”
“Di hutan tidak ada sinyal.” Kataku berbohong.
“Mas Juno, perkawinan Dewi dengan Mas Bima gagal.”
Kembali hati dan jantungku bergemuruh dengan kegembiraan. Bukankah dengan kegagalannya memungkinkan aku untuk menikahinya.
“Mas Juno kurang paham.”
“Iya ..Mas. Rupanya Mas Bima telah menjalin kasih dengan wanita lain dari Indonesia juga yang sedang melakukan studinya di Amrik. Bahkan mereka kini sudah menikah.”
Aku diam menunggu kelanjutan apa sebenarnya keinginannya.
“Mas Juno, apakah mungkin perkawinan yang pernah kita lakukan menjadi perkawinan sungguhan? Ibu sudah menunggu cucu dari Dewi.”
Kliiing…, terdengar suara dari HP ku. Di layar terlihat wajah Denok.
“Mas Juno, ini dari Cempaka teman Denok. Saat ini Denok sakit keras, berada di rumah sakit Dokter Kariadi Semarang.
“Kelinci, pembicaraan nanti kita lanjutkan lagi. Mas Juno dapat telpon dari temannya Denok yang mengabarkan bahwa Denok saat ini di rumah sakit Dokter Kariadi Semarang.”
—
“Kelinci, saat Mas Juno nengok Denok di RS. Dr. Kariadi. Mas Juno tidak tega melihatnya. Badanya kurus, wajahnya pucat. Denok mau bunuh diri karena orangtuanya memaksanya untuk kawin yang kedua kalinya. Kelinci tahu, perkawinannya yang pertama gagal, karena suaminya akan kawin lagi. Denok tidak mau dimadu dan minta diceraikan saja.”
“Terus sekarang kondisinya bagaimana?”
“Sekarang sudah di rumahnya, tinggal proses penyembuhan.”
“Oh…, syukurlah.”
“Kelinci, engkau tahu, Denok mengharapkan Mas Juno yang jadi suaminya. Memang sejak SMA, Denok ada rasa dengan Mas Juno, hanya Mas Juno menganggapnya sebagai adik.”
Aku lihat Dewi sepertinya menunggu cerita selanjutnya.
“Kelinci, Mas Juno bingung saat ini. Ketika Kelinci memberitahu perkawinan dengan Mas Bima gagal, tentu Mas Juno sangat senang. Mas Juno akan segera melamarnya kembali. Sungguh indah akan menjadi perkawinan sungguhan dan bukan perkawinan semu. Kelinci tahu kalau Mas Juno sangat menyintai Kelinci lebih dari yang Kelinci pikirkan. Tapi, Denok sangat mengharapkan Mas Juno jadi suaminya. Dia sangat mencintai Mas Juno sejak dari SMA. Kelinci, Mas Juno tidak tega melihat Denok yang masih sangat muda sudah menjadi janda. Juga, tidak tega lihat anaknya yang masih kecil tanpa ayah.”
Aku berhenti sebentar. Dewi pun menunggu apa yang akan kusampaikan.
“Kelinci, kalau kata hati kanan, Mas Juno ingin melanjutkan perkawinakannya dengan Kelinci. Tapi…, kata hati kiri, Mas Juno juga kepengin menikahi Denok.
“Maksud Mas Juno, Dewi dan Denok menjadi istrinya Mas Juno.”
“Itu kalau Kelinci setuju. Mas Juno sudah memutuskan tidak ingin menyakiti hati Kelinci dan Denok. Kalau Mas Juno nikah dengan Kelinci, Denok akan tersakiti sebaliknya kalau Mas Juno nikah dengan Denok, Kelinci akan tersakiti. Jika Kelinci tidak setuju, Mas Juno juga tidak akan menikahi Denok. Biarlah kita berjalan sendiri-sendiri.”
“Jawaban Kelinci tidak harus sekarang, Mas Juno tunggu sampai satu bulan.”
Dua minggu kemudian aku menengok Denok di rumahnya, kondisinya sudah 95% sembuh. Tidak lupa aku bawakan oleh-oleh untuk Kenya berupa boneka barbie.
“Kenya, ada Om Juno, ayo cium tangannya.”
Kenya berlari menghampiriku. Aku serahkan boneka nya. Dilihatnya, diterima bonekanya, terus berlari menghampiri ibunya.
“E.. e…, Kenya, bilang dulu apa sama On Juno.”
“Telima kasih.” Katanya sambil berlari menghampiri ibunya.
“Sekarang Kenya kembali main sama temannya. Bawa bonekanya.”
Kenya pun berlari menghampiri kedua temannya sambil membawa boneka dariku.
“Mas Juno, Denok mau nagih cerita tentang hubungan Mas Juno dengan Mbak Dewi.”
“Denok, perkawinan Mas Juno dengan Dewi sebenarnya tidak pernah terjadi, itu perkawinan semu.”
“Denok nggak paham Mas?”
“Cerita singkatnya Ibu Dewi sakit, minta Dewi pulang bersama calon suaminya, maka Dewi minta Mas Juno menjadi suami semu.”
“Itu yang Denok tidak paham.”
“Rupanya Dewi sudah menjalin kasih dengan kakak kelas kala kuliah di UNDIP, namanya Bima. Saat itu Bima kuliah di Amrik untuk memperoleh gelas Doktor di bidang ekonomi. Namun sepertinya hubungan keduanya dirahasiakan kepada keluarganya, entah mengapa. Saat ibunya Dewi sakit, kepengin segera mempunyai cucu, maka Dewi diminta untuk segera pulang ke Kendal dengan membawa calon suaminya. Dengan terpaksa Dewi minta tolong Mas Juno jadi suaminya sampai dua bulan sebelum pacarnya datang dari Amerika. Saat itu Mas Juno sudah harus menceraikan Dewi.”
Denok memandangku dengan rasa tidak percaya.
“Jadi selama ini Mas Juno tidak kawin sungguhan?”
Aku mengangguk.
“Ternyata perkawinan antara Dewi dengan Bima tidak pernah terjadi. Bima telah nikah dengan wanita teman dari Indonesia yang sama-sama kuliah di Amrik.”
“Kasihan ya… Mbak Dewi.”
“Cerita belum selesai Denok. Dewi meminta Mas Juno untuk melanjutkan perkawinan yang pernah dilaksanakan dirajut kembali.”
“Jadi, Mas Juno akan nikah lagi dengan Mbak Dewi.”
“Denok, Mas Juno jatuh cinta sama Dewi sejak dari SMA dan sampai sekarang pun Mas Juno masih mencintainya.”
Wajah Denok berubah dengan cepat dari wajah ceria menjadi wajah murung. Aku sangat khawatir kalau Denok akan berbuat nekat lagi karena aku akan menikahi Dewi.
“Denok, saat ini Mas Juno sungguh sangat bingung. Kalau kata hati kanan, Mas Juno ingin melanjutkan perkawinannya dengan Dewi. Tapi…, kata hati kiri, Mas Juno kepengin menikahi Denok, menjadi ayahnya Kenya. Bukankah Kenya perlu ayah. Denok, walau bagaimana pun, hanya Mas Juno yang tahu akan Denok, tidak ada lelaki lain.”
“Maksud Mas Juno, Denok dan Dewi menjadi istrinya Mas Juno.”
“Itu kalau Denok setuju. Mas Juno sudah memutuskan tidak ingin menyakiti Denok dan Dewi. Kalau Mas Juno nikah dengan Dewi, Denok akan tersakiti demikian pula kalau Mas Juno nikah dengan Denok, Dewi pun akan tersakiti. Jika Denok tidak setuju, Mas Juno juga tidak akan menikahi Dewi. Biarlah kita berjalan sendiri-sendiri.”
“Denok, jawaban Denok tidak perlu sekarang, Mas Juno tunggu sampai satu bulan. Jika Denok setuju, Mas Juno segera pulang ke Pegandon untuk melamar Denok.”
—
Cling, HP ku bergetar. Aku lihat dari Dewi.
“Mas Juno, setelah Dewi kembali, berpikir panjang dan juga konsultasi dengan teman-teman, maka keputusan Dewi sudah mantap. Mas Juno sebaiknya dengan Denok saja. Dia lebih memerlukan Mas Juno dibandingkan Dewi. Biarlah nanti takdir yang akan memberikan suami kepada Dewi. Cintanya Mas Juno menjadi kenangan tidak terlupakan bagi Dewi. Jemputlah Denok dan tolong sampaikan salamku kepadanya. Saat ini Dewi sedang menuju Kendal untuk menengok ibu yang sedang sakit.
Pagi sekali sekitar jam 03.15 telpon rumah berdering. Jarang sekali telpon rumah berdering sejak adanya HP. Hati kecilku sudah was-was. Pasti ada berita yang tidak diharapkan.
“Bapak Juno?”
“Ya…, saya sendiri.”
“Ini dari Kepolisian Batang, memberitahu telah terjadi kecelakaan tunggal, kendaraan Ibu Dewi menabrak sebuah truck yang diparkir di tepi jalan di Alas Roban.
“Astagfirullahadzim! Bagaimana dengan kondisi Ibu Dewi?”
“Bapak Juno, Ibu Dewi meninggal dalam keadaan masih menggemgam HP.”
“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”
“Jenasah sudah dibawa ke Kendal. Demikian untuk diketahui.”
Bagai terkena petir di siang hari. Aku termenung, shock, merasa bersalah sebagai penyebab kematiannya. Air mataku mengalir dengan sendirinya. Setelah sadar, bergegas aku rapikan beberapa pakaian. Aku harus dapat ikut penerbangan ke Semarang jam 05.00.
Sampai rumah Dewi di Kendal sudah cukup banyak para pelayat yang hadir. Informasi yang aku peroleh kecelakaan yang terjadi diduga karena Dewi tidak konsentrasi dalam mengendari kendaraannya.
—
Perkawinan dengan Denok sempat tertunda selama satu tahun. Rasa bersalah yang menghinggapiku hampir setengah tahun baru dapat terobati. Itu pun tidak 100%. Karier yang sudah aku bangun di PT SYLVA INDOLESTARI terpaksa terhenti. Oleh perusahaan, kesehatanku dianggap kurang memungkinkan dalam melaksanakan tugas yang semakin berat.
Aku kembali ke Wonosari Pegandon, mengelola warisan dari orangtua Denok yang berlimpah. Kedua orangtua Denok sudah meninggal, demikian pula kedua orangtuaku. Rumah kuno yang cukup besar, hanya aku dan Denok yang menempati. Kenya sudah berkeluarga, hidup bahagia bersama suaminya di Makassar. Prakosa, anakku yang pertama setelah lulus dari ITB bekerja bersama teman-teman dalam bidang IT, sedangkan Prabowo masih kuliah tingkat 3 di ITB juga dengan mengambil jurusan yang sama dengan kakaknya.
Kala malam tiba, kala kesunyian menghampiri, kala Denok sudah tidur, kadang-kadang wajah Dewi dengan tatapan mata indahnya menghampiriku. Sepertinya ada kerinduan darinya. Esoknya, aku dan Denok ke makamnya mendokan agar diampuni dosa-dosanya dan diterima amalnya.
Sampai kini pun, aku masih merasa bersalah atas kematiannya. Sayatan luka yang ditinggalkannya cukup dalam. Denok sudah mencoba membalutnya, namun balutan itu sering robek kembali. Entah sampai kapan jejak itu luka akan terhapus.
TAMAT
Cerpen Mata Kelinci (6) merupakan cerita pendek karangan Bambang Winarto, agan dapat mengunjungi profil penulis untuk membaca karya-karya cerpen terbaru miliknya. Baca juga cerpen seputar Cinta, atau cerpen menarik lainnya dari Bambang Winarto.
Cerpen ini telah berhasil ditayangkan sekitar:
Jika dirasa cerpen ini bermanfaat, jangan lupa sebarkan cerpen ini ke medsos atau langsung klik tombol sebarkan ya gengs! 🫰.
Promosi Via Guest Post!
Buat agan & sista, jika ingin mempromosikan produk bisnismu melalui tulisan (guest post-content placement), silahkan baca terlebih dahulu tentang aturan dan kebijakan guest post 👉 di sini 👈
25 Fitur Terbaru: Kuis AI, Pelajaran Sekolah AI, Latihan Soal AI, Jawaban Soal AI dan masih banyak lagi fitur menarik lainnya.
Hanya pengguna VIP yang sudah terdaftar dan memiliki akun lencana terverifikasi