Dyah adalah seorang murid di sebuah sekolah SMA. Dyah bukanlah murid yang populer di sekolah tersebut. Hanya murid biasa seperti layaknya kebanyakan. Kesehariannya di sekolah banyak dilalui bersama sahabatnya, Sasha. Keduanya selalu tampak bersama.
Seorang kakak kelas yang merupakan bintang lapangan bernama Fikri telah mencuri perhatian dan hati Dyah sejak dia menginjakkan kakinya untuk pertama kali di sekolah tersebut. Saat itu secara tidak sengaja Dyah menyaksikan Fikri berlatih di lapangan. Kepiawaian dan ketampanan paras Fikri telah berhasil menyihir Dyah. Sayangnya Dyah bukanlah satu-satunya murid perempuan yang menaruh hatinya kepada Fikri. Hampir seluruh murid perempuan di sekolah tersebut mengidolakan Fikri.
Selama ini, Sasha sudah tahu kalau Dyah memendam perasaan suka kepada Fikri. Dan perasaan tersebut tak pernah diungkapkan kepada siapapun, kecuali kepada Sasha. Itupun hanya sebatas curahan hatinya saja. Sebagai sahabat, tentu Sasha tak pernah merasa keberatan menjadi tempat curahan hati sahabatnya tersebut.
Bukan hanya Fikri semata. Adakalanya Dyah menceritakan kekagumannya pada sosok Zahel dan Zio. Kedua cowok tersebut memang bintang di sekolah tersebut. Zahel dan Zio juga merupakan bintang lapangan, sama seperti Fikri. Bahkan ketiganya merupakan pemain terbaik dan menjadi ujung tombak tim sepakbola sekolah. Torehan prestasi yang berhasil diraih oleh tim sepakbola sekolah merupakan buah dari kerjasama ketiganya yang begitu piawai dalam memainkan bola.
Sebagai seorang penggemar rahasia, Dyah selalu mengikuti berita yang beredar mengenai ketiga cowok tersebut, khususnya berita tentang pertandingan yang diikuti oleh ketiganya. Bila ada pertandingan yang diikuti oleh ketiga cowok tersebut, Dyah akan hadir dan menjadi salah satu penonton yang duduk di barisan penonton di tepi lapangan untuk menyaksikannya.
Hari itu Sasha memberitahukan kepada Dyah tentang laga persahabatan yang akan diadakan pada siang hari di lapangan sekolahnya. Laga persahabatan tersebut akan mempertemukan tim sepakbola sekolah Dyah dan sekolah lainnya.
“Eh, Dy. Kabarnya nanti siang ada pertandingan yang diadakan di sekolah kita. Kamu mau nonton gak?”, kata Sasha memberitahu Dyah. “Serius, Sha? Jam berapa?”, tanya Dyah memastikan. “Iya. Tadi aku baca pengumumannya di mading depan. Sekitar jam dua siang.”, jawab Sasha. “Kok aku baru tau, ya?”, tanya Dyah balik. “Makanya ada mading tuh dibaca, bukan dianggurin. Kamu kan biasanya cuek dengan informasi yang ditulis di mading”, ledek Sasha. Dyah memang tidak berminat membaca informasi apapun yang tertulis di mading. Mungkin karena letak mading yang cukup jauh sehingga Dyah merasa malas untuk berjalan menuju ke arah mading.
“Temenin aku nonton pertandingan nanti siang ya, Sha. Aku traktir makan siang deh.”, rayu Dyah kepada Sasha agar Sasha bersedia menemaninya menonton pertandingan nanti siang. Sasha diam sejenak kemudian berkata, “Iya deh. Untuk kamu, apa sih yang enggak.” sambil mencubit pipi Dyah yang membuat Dyah meringis karena cubitan itu. “Janji ya, aku ditraktir?”, tanya Sasha menggoda. “Iyaa. Bawel!!”, jawab Dyah jutek.
“Eh, Sha. Kira-kira Fikri, Zahel, dan Zio ikut dalam pertandingan gak ya?”, tanya Dyah. “Hmmm. Sepertinya ikut, deh. Mereka bertiga kan pemain inti.”, jawab Sasha. “Beneran, Sha?”, tanya Dyah kembali dengan girang. “Enggak taauu. Kan tadi aku bilang mungkin saja ikut. Kamu tuh ya, kalau nonton pertandingan bukan karena pertandingannya aja, kan? Tapi karena ada Fikri, Zahel, dan Zio, kan? Ngaku” “Hehehe, iya.. “, jawab Dyah sambil nyengir. Motivasi utama Dyah menonton laga persahabatan tersebut hanya karena ingin melihat penampilan ketiga cowok itu. Ketiga cowok tersebut mendapatkan julukan trio harimau. Julukan tersebut diberikan karena kombinasi serangan hasil kerjasama ketiga cowok tersebut seringkali berhasil membobol gawang lawan.
Laga persahabatan yang diadakan siang ini sebenarnya adalah agenda rutin sekolah. Laga persahabatan diadakan secara bergantian di sekolah-sekolah yang mengadakan pertandingan. Dan kebetulan, sekolah yang menjadi tempat penyelenggaraan laga persahabatan kali ini adalah sekolah Dyah. Tentu saja Dyah tidak mau menyia-nyiakan momen langka ini.
Dyah dan Sasha bergegas menuju ke lapangan seusai bersantap siang di kantin. Mereka mengambil posisi tempat duduk pada barisan depan agar bisa menyaksikan pertandingan dengan baik. Kursi-kursi penonton dipenuhi oleh para murid dari dua sekolah. Tampak jelas kedua kapten tim maju ke tengah lapangan untuk mengundi tim mana yang mendapatkan giliran lebih dahulu mendapatkan bola. Dan tim sekolah Dyah yang dipimpin oleh Fikri memenangkan undian.
Pertandingan dimulai dengan tiupan panjang peluit wasit. Sebagai kapten, Fikri mendapat kesempatan untuk menendang bola terlebih dahulu. Bola ditendang ke depan dan berhasil mendarat di kaki Zahel. Bola terus dikocek dan diumpankan ke pemain yang lain. Para pemain bermain dengan semangat. Sorak sorai dan tepuk tangan penonton juga membuat pertandingan menjadi lebih meriah.
Sejak awal tim lawan bermain agresif. Serangan demi serangan dilancarkan. Berkat permainan yang solid, dan pertahanan yang kuat serangan-serangan lawan berhasil dimentahkan oleh Fikri dan kawan-kawan. Tendangan keras dan jarak jauh yang dilancarkan lawan berhasil dihalau. Mereka tidak memberikan celah bagi tim lawan untuk mencetak gol. Pertandingan tersebut berjalan sengit.
Tiba giliran Fikri dan kawan-kawannya menyerang. Dengan sigap dan cepat trio harimau berhasil menguasai bola. Pertahanan lawan berhasil diruntuhkan. Akhirnya bola berhasil menembus gawang lawan. Gol berhasil dicetak. Tepuk tangan dan teriakan histeris pendukung tim membuat selebrasi gol menjadi lebih meriah.
Merasa tak terima karena gawangnya telah berhasil dibobol, tim lawan berusaha menyerang lebih agresif. Tendangan keras dan jarak jauh berkali-kali dilancarkan namun tetap bisa dipatahkan. Tim lawan semakin brutal melancarkan serangan. Beberapa kali bola keluar lapangan akibat tendangan keras dan jarak jauh yang meleset. Lagi-lagi tim lawan melancarkan tendangan yang sangat keras. Hingga akhirnya, “bukk”. Suara teriakan histeris para penonton bergema. Demikian juga Sasha berteriak histeris karena bola tersebut melaju dan mengenai kepala Dyah. Dyah pun terjatuh akibat bola yang menghantam kepalanya dengan keras. Bumi seolah berputar hingga akhirnya pandangannya menjadi gelap. Dyah pun pingsan.
Saat tersadar dari pingsannya, Dyah tahu bahwa dirinya sudah berada di atas tempat tidur di UKS. Dyah menoleh ke samping, dan mendapati Sasha duduk di sampingnya menungguinya dari tadi hingga siuman. Dyah berusaha bangkit, namun dicegah oleh Sasha. “Gak apa-apa, Sha. Aku sudah baikan, kok”, ujar Dyah menolak bantuan Sasha sambil berusaha untuk bangkit. “Masih pusing, Dy? Kalau masih, gak usah maksa.”, Sasha menanyai lebih lanjut. Dyah mengangguk.
“Gimana ceritanya aku sampe ke sini? Kamu yang membawaku ke sini?”, tanya Dyah penasaran. Dyah hanya mengingat momen saat bola mendarat di kepalanya. Setelah itu, dia terjatuh, dan bumi serasa berputar sebelum akhirnya dia tak sadarkan diri. “Kalo aku ceritakan kronologinya, kamu bakal gak percaya deh.”, ujar Sasha yang justru membuat Dyah penasaran, dan bertanya, “Hah? Maksudmu?” Akhirnya Sasha bercerita.
Suasana berubah panik saat Dyah tak sadarkan diri akibat bola yang melayang keras ke arah kepalanya. Spontan, Fikri sang kapten tim langsung berlari menuju ke arah Dyah, memeriksa dan hendak memberikan pertolongan. Sebagai seorang kapten, Fikri merasa bertanggungjawab atas insiden yang terjadi. Pertandingan dihentikan sementara. Zio dan Zahel tampak emosi melihat insiden yang terjadi. Mereka menganggap permainan yang dilakukan oleh tim lawan sangat agresif dan kasar. Sempat terjadi keributan karena emosi yang tersulut antar pemain namun wasit berhasil melerai kedua tim. Setelah memeriksa kondisi Dyah, Fikri menggendong tubuh Dyah dan melarikannya ke UKS. Sesampainya di UKS, tubuh Dyah dibaringkan di atas tempat tidur, dan petugas yang berjaga memeriksa kondisi Dyah. Fikri tampak cemas, demikian juga Sasha. Untungnya tidak ada cedera serius yang dialaminya. Hanya butuh waktu beberapa lama agar Dyah siuman dari pingsannya. Setelah mengetahui kondisi Dyah, Fikri dan Sasha merasa lega. Setelah menemani Dyah beberapa saat di ruangan tersebut, akhirnya Fikri kembali ke lapangan. Pertandingan pun dilanjutkan kembali.
Setelah mendengar penuturan Sasha, pipi Dyah berubah menjadi kemerahan. Perasaannya tak menentu, bercampur aduk antara malu, senang, kesal dan lainnya.
“Kyaa, gimana dong, Sha? Malu banget deh rasanya.”, ujar Dyah sambil menutup mukanya. “Halah, kamu sebenarnya senang, kan bisa mendapatkan perhatian Fikri”, celetuk Sasha.
Sayup-sayup terdengar suara peluit panjang sebagai tanda laga persahabatan telah usai. Selang tak beberapa lama kemudian Fikri datang ke dalam ruangan tempat Dyah dan Sasha berada. Keringat masih mengucur di keningnya. Kelelahan tampak terlihat dari wajahnya. Pertandingan tadi cukup melelahkan baginya. Saat melihat Dyah telah siuman, Fikri merasa lega, dan senyuman menghiasi wajah tampannya.
“Gimana kondisimu, Dy? Kamu gakpapa, kan?”, tanya Fikri. Dyah membalasi pertanyaan Fikri dengan senyuman dan anggukan. Dyah tidak menyangka kalau Fikri adalah sosok yang ramah dan peduli. Perasaannya berbunga-bunga karena berhasil menarik perhatian Fikri.
“Syukurlah kalau kamu baik-baik. Aku minta maaf ya, soal insiden tadi.”, ujar Fikri. “Iya, kak. Kakak gak salah kok. Jadi gak perlu minta maaf. Toh, insiden tadi itu cuma kebetulan saja kok.”, jawab Dyah menimpali Fikri.
Perjumpaan antara Fikri dan Dyah adalah kesempatan yang amat langka terjadi. Kalau bukan karena insiden tersebut, barangkali perjumpaan itu tak akan terjadi.
“Eh kak, tau gak kalau Dyah itu selalu menonton pertandingan kakak yang diadakan di sekolah ini?”, celetuk Sasha. “Ih, apa-apaan sih, Sha?” ujar Dyah sambil mendaratkan cubitan di lengan Sasha. “Oh, ya? Beneran, Dy?”, tanya Fikri. “Iya, bener kak. Dyah mah gitu orangnya”, jawab Sasha menyela. “Kalau gitu, jangan merasa kapok menonton pertandingan tim sepakbola sekolah ya. Aku tunggu kehadiranmu di setiap pertandingan di sekolah ini.”, ucap Fikri sambil melemparkan senyuman kepada Dyah.
Setelah insiden tersebut, Dyah mendadak menjadi sosok yang populer di sekolahnya. Dyah juga tidak menyangka bahwa insiden yang terjadi kepada dirinya tersebut membuka kesempatan bagi dirinya untuk bisa berdekatan dengan sosok Fikri yang selama ini dia kagumi. Dyah merasa bersyukur atas insiden yang menimpanya itu. Tanpa insiden tersebut, mungkin dirinya tidak akan pernah diperhatikan oleh Fikri. Dan Dyah tidak merasa kapok untuk hadir di setiap pertandingan untuk menyaksikan Fikri dan timnya berlaga di lapangan, menjadi penonton setia dan tetap menjadi pengagum rahasia.
Cerpen Insiden Membawa Berkah merupakan cerita pendek karangan Aqil Azizi, agan dapat mengunjungi profil penulis untuk membaca karya-karya cerpen terbaru miliknya. Baca juga cerpen seputar Romantis, atau cerpen menarik lainnya dari Aqil Azizi.
Cerpen ini telah berhasil ditayangkan sekitar:
Jika dirasa cerpen ini bermanfaat, jangan lupa sebarkan cerpen ini ke medsos atau langsung klik tombol sebarkan ya gengs! 🫰.
Promosi Via Guest Post!
Buat agan & sista, jika ingin mempromosikan produk bisnismu melalui tulisan (guest post-content placement), silahkan baca terlebih dahulu tentang aturan dan kebijakan guest post 👉 di sini 👈
25 Fitur Terbaru: Kuis AI, Pelajaran Sekolah AI, Latihan Soal AI, Jawaban Soal AI dan masih banyak lagi fitur menarik lainnya.
Hanya pengguna VIP yang sudah terdaftar dan memiliki akun lencana terverifikasi