Orang bilang cinta monyet akan menghilang bahkan berpindah dengan seiring waktu. Seperti seekor monyet yang suka berpindah-pindah dari satu dahan ke dahan yang lain, melompat ke sana dan ke mari. Jika perasaan yang Risa rasakan adalah sebuah cinta monyet, mengapa perasaan itu tidak pernah pudar dan berpindah ke lain hati?
Risa tak akan pernah lupa dengan perasaannya kepada Rendra. Dia tak tahu bagaimana perasaan itu menyergapnya hingga kini. Sudah delapan tahun berlalu, namun perasaan itu tetap tinggal bersamanya. Perasaan itu selalu menggodanya dengan memutar kembali kenangan-kenangan saat menatap Rendra dari kejauhan. Bayangan Rendra masih saja menari-nari di memori Risa. Bahkan suara gelak tawa Rendra masih terekam jelas di pendengaran Risa. Apakah perasaan yang Risa rasakan ini masih bisa disebut sebagai cinta monyet? Adakah monyet yang tak berpindah tempat?
Jenjang-jenjang pendidikan yang Risa lalui dan pertemuannya dengan wajah-wajah baru yang silih berganti tak bisa melunturkan memorinya dari wajah Rendra. Sejak delapan tahun yang lalu saat Rendra lulus dari sekolah hingga kini, Risa tak pernah lagi berjumpa dengannya. Risa mendengar kabar, sejak kelulusannya di hari itu Rendra dan keluarganya memutuskan untuk berpindah tempat tinggal. Tak ada lagi kabar yang Risa dapatkan tentang Rendra sejak saat itu.
Perasaan yang dipendam Risa selama delapan tahun tersebut tak dapat dia lenyapkan. Pada akhirnya Risa pun memilih berdamai dengan keadaan, berdamai dengan perasaannya tersebut. Tak ada gunanya untuk melawan, toh Risa sendiri yang akan kewalahan.
—
Risa kini adalah seorang mahasiswi semester pertama di sebuah universitas swasta di kotanya. Hari-harinya disibukkan dengan mengikuti berbagai kegiatan kampus dan mengerjakan tugas kuliah. Tugas-tugas kuliah dan berbagai kesibukan Risa yang cukup melelahkan adalah hal yang dapat melengahkannya dari perasaannya, walaupun pada akhirnya perasaan itu akan muncul lagi dan lagi. Paling tidak Risa bisa berhenti sejenak dan beristirahat dari memikirkan Rendra setiap saat. Untuk saat ini Risa ingin berfokus pada studinya.
Perpustakaan adalah tempat favorit Risa. Risa banyak menghabiskan waktunya di perpustakaan kampus. Saat Risa tidak ada jadwal belajar, Dia sempatkan untuk mengunjungi perpustakaan kampus.
Hari itu, seperti biasa, Risa berada di perpustakaan. Dia berdiri di lorong antar rak buku, mencari buku yang dibutuhkan untuk menyusun tugas makalah yang harus dia selesaikan pekan depan. Risa begitu asyik dengan buku yang dia baca hingga tak dia sadari ada seorang lelaki yang berdiri tepat di hadapannya menatap Risa.
“Risa?”, tanya lelaki tersebut.
Risa pun mengangkat wajahnya dan mengarahkan pandangannya ke arah sumber suara. Risa memandangi lelaki yang menyapanya barusan. Wajah lelaki itu seperti orang yang dia kenal.
“Kamu Risa, kan?”, tanya lelaki tersebut sekali lagi.
Bagaikan disambar petir, saat Risa mulai mengenali lelaki tersebut dan mengingat namanya.
“Ka.. Kak Rendra? Benarkan, ini kak Rendra? Iya, kak. Aa.. Aku Risa”, Jawab Risa terbata-bata karena terkejut dan tidak percaya dengan sosok lelaki yang berdiri di hadapannya.
“Apa kabar, Risa?” lanjut Rendra bertanya.
Rendra, sosok anak laki-laki yang selama bertahun-tahun menghantui pikiran Risa kini menjelma sebagai seorang lelaki dewasa dan kini sedang berdiri di hadapannya. Diam-diam Risa mencubit punggung tangan kirinya untuk memastikan bahwa ini adalah nyata, khawatir bila perjumpaan kali ini hanya sebatas mimpi. Ouh, sakit.
“Ba.. baik kak”, jawab Risa.
“Maafkan aku. Apakah aku mengganggu waktumu? Jika kamu izinkan, bolehkah aku mengobrol denganmu di kantin kampus saat kamu menyelesaikan urusanmu di perpustakaan?”
Risa mengangguk tanda mengiyakan ajakan Rendra. Kemudian Rendra berjalan menjauh dengan maksud agar dia tidak mengganggu Risa.
Namun perasaan Risa menjadi tak karuan. Perasaan senang dan gugup bercampur menjadi satu, membuatnya tak bisa berkonsentrasi dalam menelaah buku-buku bacaan yang telah dia kumpulkan. Akhirnya Risa memutuskan menyudahi kegiatannya di perpustakaan.
Di kantin
“Ris, kamu pesan apa? Aku yang traktir”, kata Rendra menawarkan diri.
“Terima kasih, kak”
Risa dan Rendra memesan makanan dan minuman untuk bersantap siang di kantin kampus tersebut.
“Ris. Aku sengaja datang ke sini untuk menemuimu. Ada hal penting yang harus aku sampaikan ke kamu”
Risa hanya terdiam mendengarkan perkataan Rendra. Namun sebenarnya hatinya sudah tak karuan rasanya. Namun perasaan tersebut disembunyikan oleh Risa.
“Ris. Pernahkah kamu menyimpan suatu perasaan terhadap seseorang, dan perasaan tersebut tidak pernah hilang sejak perasaan itu muncul hingga sekarang?”
Kali ini perasaan Risa makin kalut saat mendengar pertanyaan tersebut. Dan pertanyaan tersebut bukanlah pertanyaan yang mudah untuk dia jawab. Perasaannya berkecamuk. Ada peperangan batin yang timbul karena gejolak antara menjawab ya atau tidak. Akhirnya Risa hanya mengangguk saja, tanda dia mengiyakan pertanyaan Rendra.
“Ris. Barangkali ini adalah saat yang tepat untuk mengungkapkan kebenaran dari perasaan yang selama ini aku simpan. Dan aku memutuskan untuk mengutarakan perasaan tersebut langsung kepadamu”
Jantung Risa berdegup makin kencang, seakan tak sanggup mendengarkan kelanjutan dari perkataan Rendra tersebut.
“Ris. Jujur, aku menyukaimu”
Mendengar perkataan tersebut, Risa merasa bagaikan disambar petir. Tubuhnya lemas bagai tidak ditopang tulang. Matanya nanar memandang ke wajah Rendra. Sejujurnya, perkataan tersebut adalah perkataan yang dia nantikan sejak lama namun rasanya berat sekali menerimanya begitu saja. Dadanya menjadi bergemuruh. Risa berusaha untuk menahan air matanya agar tertahan di matanya. Namun usaha tersebut sia-sia. Air matanya menetes jatuh dari ujung matanya.
“Maafkan aku, Ris. Aku harus jujur tentang permasalahan ini. Aku tak tahu secara pasti sejak kapan perasaan itu tumbuh dan bersemai. Yang aku tahu perasaan tersebut terus hinggap hingga saat ini”
Sejurus kemudian keduanya terdiam. Suasana menjadi hening.
“Kak. Mungkin ini juga waktu yang tepat bagiku untuk menyampaikan perasaanku yang sebenarnya”
“Selama ini aku juga menyimpan perasaan yang sama seperti yang Kak Rendra rasakan. Dan.. Berat sekali menahan perasaan ini…”
Tangis Risa pecah.
“A..aku seolah ingin menyerah. Namun aku seperti tidak diberikan kesempatan untuk menyerah”
“Maafkan aku, Risa. Karena aku, kamu menjadi seperti ini”
Suasana hening sejenak.
“Kamu tidak salah, kak. A.. aku yang salah. Aku sendiri yang mengizinkan perasaan itu merasuki hatiku, dan kini ia seperti bagian dari diriku yang tak bisa aku hilangkan”
Rendra tersenyum lebar seperti hampir tertawa saat mendengar perkataan Risa.
“Kak Rendra kok malah tersenyum gitu sih?”, kata Risa sedikit sewot.
“Nggak. Gak papa kok. Hanya saja aku merasa bahwa kita berdua seperti sedang dipermainkan oleh perasaan kita”, jawab Rendra.
“Ris, aku juga merasakan seperti yang kamu rasakan. Makanya aku datang ke mari untuk menemuimu agar semua menjadi jelas. Mudah-mudahan dengan begitu, aku merasa lebih tenang”, lanjut Rendra.
“Ris, aku sudah mengenalmu sejak lama. Saat itu aku belum mengerti apa-apa soal cinta. Bahkan masih terlalu dini untuk membicarakan perihal cinta”
“Ris, aku telah lama menyimpan perasaan ini. Sama sepertimu, aku juga berharap perasaan tersebut sirna. Sejak dulu. Semakin aku berusaha menghilangkannya, perasaan tersebut justru semakin kuat. Aku kalah, Ris. Aku salah. Aku menyerah. Sehingga aku memilih berdamai dengan perasaan tersebut. Membiarkannya bertahan di hatiku”
“Syukurlah hari ini aku menemukanmu, Ris. Aku senang ternyata perasaanku tidak bertepuk sebelah tangan”
Mendengar perkataan tersebut, senyum Risa merekah. Pipinya memerah.
“Kak, setelah mengetahui fakta bahwa aku dan kamu sama-sama suka, apa yang kak Rendra inginkan dariku?”
“Kak, aku tidak ingin salah langkah karena memperturutkan perasaanku. Kamu juga begitu kan, kak?”
Rendra mengangguk tanda setuju dengan pernyataan Risa.
“Ris, aku ingin kamu tahu satu hal lagi”
Rendra mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah kotak kecil berwarna merah. Risa terkejut dengan kotak kecil berwarna merah tersebut. Dan Risa tahu makna dari itu semua.
“Ris, maukah kamu menjadi istriku?”
Rendra membuka kotak kecil berwarna merah tersebut. Sebuah cincin indah dengan batu permata berwarna putih di tengahnya berada di dalam kotak tersebut. Lalu Rendra mendekatkan kotak merah dengan cincin di dalamnya ke arah Risa.
Risa terharu. Dia menutupkan kedua telapak tangannya di mulutnya. Mulutnya seolah terkunci tak sanggup berkata. Kedua matanya mulai berkaca-kaca. Perasaannya luluh melihat kesungguhan Rendra melamarnya saat itu juga.
Kali ini jiwa Risa bergejolak kembali. Risa bingung, tak tahu harus menjawab apa. Dia tak bisa serta merta memutuskan, meskipun dari lubuk hatinya yang paling dalam menginginkannya. Dia tidak bisa gegabah memutuskan.
“Ris, aku sudah menghubungi orangtuamu. Tanpa sepengetahuanmu. Aku sudah utarakan tujuanku ini kepada orangtuamu. Dan aku minta agar hal ini tidak diberitahukan kepadamu hingga aku sendiri yang mengatakannya kepadamu. Orangtuamu mengatakan bahwa semua tergantung kepadamu”, Rendra menjelaskan.
Risa berpikir keras. Dia tidak ingin menolak lamaran Rendra. Perasaannya yang terdalam menginginkannya. Namun, saat ini Risa hanya ingin berfokus pada studinya. Dia sudah berjanji kepada orangtuanya untuk menyelesaikan kuliahnya. Risa tidak ingin mengorbankan salah satunya. Dia tidak ingin mengorbankan perasaannya. Dan Risa juga tidak ingin mengorbankan kuliahnya karena kuliahnya merupakan amanah dari orangtuanya.
“Kak. Aku tak bermaksud untuk menolak lamaranmu. Aku merasa salut dan terharu dengan keberanian kakak. Saat ini, aku hanya ingin berfokus untuk menyelesaikan studiku. Ini amanah dari orangtuaku, kak”
“Kak. Berikan aku waktu lagi. Aku bersedia, namun aku minta waktu. Bersediakah kakak menungguku?”
Rendra mengangguk. Dia mengerti akan dilema yang tengah dihadapi oleh Risa.
“Ris. Hingga saat itu tiba, aku akan menunggumu. Aku berjanji. Aku akan merawat dan menjaga perasaanku kepadamu. Janjiku adalah bahwa kamu adalah satu-satunya gadis yang aku cintai. Dan kamu, berjanjilah kepadaku, Ris. Kamu juga melakukan hal yang sama untukku”
Risa tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya.
Rendra dan Risa saling membuat janji. Janji untuk saling menjaga cinta. Janji yang sama-sama harus ditepati. Janji untuk setia hingga datang waktu yang telah dinanti. Padahal, menanti adalah hal yang paling tidak disukai oleh Risa. Namun kali ini, dia harus melakukannya sekali lagi.
Cerpen Gejolak Jiwa (Bagian Kedua) merupakan cerita pendek karangan Aqil Azizi, agan dapat mengunjungi profil penulis untuk membaca karya-karya cerpen terbaru miliknya. Baca juga cerpen seputar Cinta, atau cerpen menarik lainnya dari Aqil Azizi.
Cerpen ini telah berhasil ditayangkan sekitar:
Jika dirasa cerpen ini bermanfaat, jangan lupa sebarkan cerpen ini ke medsos atau langsung klik tombol sebarkan ya gengs! 🫰.
Promosi Via Guest Post!
Buat agan & sista, jika ingin mempromosikan produk bisnismu melalui tulisan (guest post-content placement), silahkan baca terlebih dahulu tentang aturan dan kebijakan guest post 👉 di sini 👈
25 Fitur Terbaru: Kuis AI, Pelajaran Sekolah AI, Latihan Soal AI, Jawaban Soal AI dan masih banyak lagi fitur menarik lainnya.
Hanya pengguna VIP yang sudah terdaftar dan memiliki akun lencana terverifikasi