“Hayo, lagi melamun ya?”
Suara Sasha membuyarkan lamunan Diah yang kini sedang merasa galau. Jam istirahat yang seharusnya Diah gunakan untuk pergi ke kantin atau sekedar melepas penat setelah beberapa jam yang lalu bergelut dengan pelajaran Matematika yang cukup membuat ruwet pikiran hanya dihabiskan oleh Diah dengan hanya duduk melamun di kursinya. Ada sesuatu yang dipikirkan olehnya. Dan Sasha bisa menebak apa yang menjadi bahan lamunan Diah.
“Udah deh, gak usah dipikirkan lagi. Lagian kan kak Fikri sudah gak ada di sekolah ini lagi. Dia udah lulus.”
“Ihh.. Sok tau deh. Siapa juga yang lagi mikirin Fikri yang sok ganteng itu!”, sangkal Diah terhadap perkataan Sasha.
“Loh, bukannya kamu sendiri yang pernah bilang kalau kak Fikri itu emang ganteng? Gak abis Fikri nih anak. Hahaha..”, ledek Sasha sambil menertawakan sahabatnya itu.
“Gak abis pikirr, Sha.. Bukan Gak abis Fikri. Ngaco ih.”, ujar Diah meluruskan.
“Iyaa.. Iyaa, gak abis Fikri. Eh, salah. gak abis pikir. Hehehe..”, timpal Sasha lagi-lagi dengan nada mengejek.
“Tuh kan. Jangan mulai lagi deh, Sha.”, jawab Diah kesal.
“Iya, iya. Maaf deh. Eh, Di. Aku tuh salut deh sama kamu.”, kata Sasha memulai perbincangan sekali lagi.
“Salut kenapa?”, tanya Diah penasaran.
“Iya, salut aja. Gimana ya? Kak Fikri kan udah lulus beberapa bulan yang lalu, tapi kamu kok masih menaruh perhatian ke sosoknya yang sudah menghilang itu? Kali ini aku serius tanya loh, Di.”
Obrolan yang dilakukan kedua sahabat itu sudah mulai menjurus kepada pembahasan yang cukup berat. Dan saat ditanya seperti itu, Diah tak tahu harus menjawab apa. Diah mengakui bahwa sosok Fikri yang sudah tak lagi berada di sekolahnya masih saja melekat kuat di ingatannya. Wajahnya masih saja seringkali muncul. Bahkan seringkali menjadi buah tidur. Hal itu menjadikan Diah merasakan satu perasaan yang sulit untuk diungkapkan: rindu.
Seingat Diah, sosok Fikri adalah sosok lelaki pertama yang menarik perhatiannya. Tentunya setelah sosok sang Ayah. Diah tidak tahu apa yang menjadi daya tariknya selain parasnya yang memang cukup ganteng. Sejak kemunculan perasaan tersebut, Diah selalu berusaha mencuri-curi informasi yang berkaitan dengan Fikri, apapun itu. Kumpulan informasi berkaitan dengan Fikri diperoleh dari berbagai sumber. Sebagai contoh tentang hal-hal yang disukai oleh Fikri, maka Diah pun berusaha untuk menyukainya juga walaupun harus dengan terpaksa. Perubahan yang terjadi pada diri Diah membuat heran Sasha. Bahkan Sasha beranggapan bahwa kalau seseorang sudah terserang virus merah jambu maka virus itu akan mengubah orang tersebut. Seperti Diah, sahabatnya.
Seperti sekarang ini, Sasha mempertanyakan tentang perasaan Diah yang masih saja lekat terhadap sosok Fikri yang sudah tak lagi berada di sekolahnya tersebut. Bukan kemarin sore, namun sudah berbulan-bulan yang lalu Fikri telah meninggalkan sekolahnya sebab kelulusan dirinya dari jenjang pendidikan yang telah dia selesaikan.
“Entahlah, Sha. Aku juga bingung. Apakah seperti ini rasanya cinta?”, jawab Diah yang juga sedang kebingungan dalam menafsirkan perasaannya saat ini.
“Gak bisa melupakannya?”, tanya Sasha lagi. Diah hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Sasha barusan.
“Perasaan ini bertahan hingga saat ini, Sha. Aku rindu.”, ujar Diah. Sasha melihat ada air mata yang mulai tergenang di ujung mata Diah. Seketika Diah langsung menyeka matanya. Sasha tersenyum sambil memegang tangan sahabatnya itu.
“Gak papa, Di. Itu sudah jadi takdirmu untuk menyukai Fikri. Simpan baik-baik perasaan tersebut.”, hibur Sasha.
Diah hanya membalasi ucapan Sasha dengan seyuman. Sepertinya Diah sepakat dengan ucapan sahabatnya tersebut. Memang, adakalanya Sasha bisa menjadi sosok yang bijak namun seringkali Sasha justru membuat Diah jengkel. Meskipun begitu, keduanya tetap bersahabat.
“Yuk, kita pergi ke kantin. Aku traktir deh. Buruan, waktu istirahat sebentar lagi akan habis.”, ajak Sasha kepada Diah.
“Yuk. Beneran ya aku ditraktir? Jangan bohong.”, timpal Diah.
“Idih, siapa juga yang bohong?! Bener, aku yang traktir. Yuk lah.”
Akhirnya kedua sahabat itu beranjak dari kursinya kemudian berjalan beriring menuju ke kantin untuk menghabiskan sisa waktu istirahatnya. Dan barangkali itu cara Sasha untuk menghibur Diah agar melengahkan pikirannya sejenak dari memikirkan Fikri.
Rasa cinta memang terkadang membuat seseorang gak abis Fikri, eh.. gak abis pikir.
Cerpen Gak Abis Fikri merupakan cerita pendek karangan Aqil Azizi, agan dapat mengunjungi profil penulis untuk membaca karya-karya cerpen terbaru miliknya. Baca juga cerpen seputar Cinta, atau cerpen menarik lainnya dari Aqil Azizi.
Cerpen ini telah berhasil ditayangkan sekitar:
Jika dirasa cerpen ini bermanfaat, jangan lupa sebarkan cerpen ini ke medsos atau langsung klik tombol sebarkan ya gengs! 🫰.
Promosi Via Guest Post!
Buat agan & sista, jika ingin mempromosikan produk bisnismu melalui tulisan (guest post-content placement), silahkan baca terlebih dahulu tentang aturan dan kebijakan guest post 👉 di sini 👈
25 Fitur Terbaru: Kuis AI, Pelajaran Sekolah AI, Latihan Soal AI, Jawaban Soal AI dan masih banyak lagi fitur menarik lainnya.
Hanya pengguna VIP yang sudah terdaftar dan memiliki akun lencana terverifikasi