Sore itu, sebelum matahari sempurna menyembunyikan sinarnya. Seorang perempuan duduk di salah satu bangku taman, dengan anak rambut yang diselipkan ke belakang telinga dan kacamata yang menghiasi wajahnya. Terlihat fokus pada buku yang sedang dibacanya. Disebrang perempuan itu terdapat pria yang memperhatikan perempuan tersebut. Dengan rambut gondrong dan totebag yang menggantung pada bahunya, matanya terpaku pada perempuan itu. Siapa saja yang melihat pria itu akan berakhir pada kesimpulan yang sama, yaitu “Pria itu telah jatuh cinta.”
Pria itu bernama Revanza, seseorang yang mengadu nasibnya di kota besar bermodalkan kenekatan. Sudah hampir genap 3 tahun ia berada di kota besar mencoba mencari peruntungan, tahun pertama yang ia lalui sangat berat hingga menjadi hal yang wajar jika ia menyerah. Tetapi Revanza tidak memilih untuk itu, ia memilih tetap berjuang dalam berbagai keadaan. Hingga sekarang ia bisa mendapat kenyamanan di kota besar. Tahun ini ia akan pulang ke kampung halaman. Ia rindu akan masakan ibunya, cerita bersama ayahnya atau bermain bersama adik perempuanya yang sekarang tidak kecil lagi.
“Halo bu.” Revanza menyapa orang yang sedang diteleponnya.
“Iya za?” sahut ibunya yang berada di kampung halaman.
“Ibu, aku akan mengundur waktu pulangku bu. Karena ada hal yang harus aku lakuin bu.”
“Iya nak, semoga kau selalu dalam lindungan-Nya.”
“Iya bu, terima kasih bu, salam pada ayah sama Della ya bu.”
“Iya nak, kamu juga hati-hati di sana.”
“Iya bu.”
Tut… tut… tut…
Telepon itu telah ditutup oleh Revanza.
Rencana kepulangan Revanza tertunda, karena ia melihat seorang perempuan di taman sore itu. Revanza bertekad untuk mendapatkan perempuan tersebut sebelum ia beranjak pulang menemui ibunya. Salah satu alasannya adalah jika nanti ia pulang, ia akan dengan bangga menceritakan perempuan tersebut kepada keluarganya.
Dengan segenap keraguan yang Revanza punya, ia taklukan dengan segala keberanian yang tersisa. Revanza mendekati perempuan itu. Dengan sapaan yang ramah dan suara sedikit bergetar Revanza memulai percakapan.
“Hai, namaku Revanza.” Revanza menyodorkan tangannya.
“Fiora” Jawab perempuan itu menyambut tangan Revanza.
“Tangannya lembut” Begitulah Pikir Revanza.
“Boleh aku duduk di sebelahmu?” tanya Revanza dengan suara yang masih sedikit bergetar.
“Iya, silahkan mas masih kosong kok.”
“Makasih, ngomong ngomong buku apa yang sedang kamu baca?”
“Ohh ini, buku PERGI karya Tereliye.”
“Ahh aku tau, buku kedua dari buku PULANG kan?”
“Mas tau?”
“Tau lahh, buku aksi terbaik selama ini sihh tu buku. Emang the best sihh Tereliye ini.”
“Aku juga setuju mas, apalagi si Bujang ini keren banget kan?”
“Hahaha… Ya dia memang keren”
Percakapan mereka mengalir seperti air sungai tanpa hambatan, membahas buku yang sedang dipegang dan berbagai hal tentang buku. Tanpa terasa lampu taman mulai dinyalakan, matahari genap menyembunyikan sinarnya. Percakapan itu harus berhenti meski Revanza merasa tidak harusnya berhenti.
“Mas, udah gelap aku duluan yahh.”
“Iyaa, ga kerasa yaaa hahaha…”
“Iya nii hahaha…”
“Boleh aku memilikimu?” seakan terhalang oleh sesuatu, kalimat itu keluar dengan suara yang nyaris tidak terdengar.
“iya mas? Gimana?” tanya Fiora memastikan.
“Hmm engga, maksudku boleh aku mempunyai no HP mu?” tanya Revanza dengan menyodorkan HP miliknya.
“Iya boleh mas” Fiora menyimpan no HP nya di HP Revanza, lalu mengembalikan HP Revanza dengan senyum manisnya yang terlihat dibawah lampu taman.
“Makasih ya, nanti aku hubungi” jawab Revanza dengan hati yang gembira yang terlihat dari wajahnya yang cerah seakan tak mau kalah oleh lampu taman.
“Iya mas, sama-sama. Aku duluan ya mas soalnya ojolnya udah nungguin didepan.”
“Iyaa, hati-hati yah. Kalo nanti jangan manggil mas yaa hahaha, aga gimanaa gituu hahaha.”
“Hahahah, okedehhh.”
“No HP nya sudah dapat, tinggal hatinya hahaha.” Begitulah pikir Revanza, ia pulang ke kostan dengan bahagia sedang berada dipuncaknya.
Seminggu kemudian masih di taman yang sama Revanza dan Fiora kembali bertemu. Revanza datang dengan sweater yang menutupi badannya, rambut gondrong yang diikat dan tentu saja dengan totebag kesayangannya. Fiora duduk disalah satu bangku taman dengan kemeja hitam panjang.
“Hai Fiora, lama nunggu?” sapa Revanza
“Engga kok. Bukunya aja belum aku buka.”
“Fiora sebelum aku duduk, aku beli minum dulu yaa. Kering tau ngobrol ga ada air. Mau nitip?”
“Bareng aja deh, takut ngerepotin.”
“Gapapa sekali-sekali”
“Bareng ajaa van.”
“Iya dehh, yukk.”
Revanza dan Fiora berjalan bersebelahan mata keduanya menyusuri seluruh taman, mencari seorang pedagang minuman.
“Van, mau beli apa?”
“Gatau bingung ra, ngikut kamu aja deh.”
“Kok gitu? Padahal kamu yang ngajak loh van.”
“Abisnya terlalu banyak ni yang dagangnya jadi bingung hehe…”
“Yahh payah kamu van, tapi sore-sore gini kelapa muda enak deh kayaknya van.”
“Nah iya itu aja ra hehe…”
“Siplah, tadi disana aku liat yang jual kelapa muda van, ayoo.”
Setelah mendapatkan kelapa muda Revanza dan Fiora kembali ke bangku taman yang menjadi tempat pertemuan mereka.
Sesampainya di bangku taman Revanza bertanya, memulai obrolan.
“Buku apa yang hari ini kamu bawa ra?”
“Buku KOMET MINOR, serial dari penulis Tereliye juga.”
“Itu yang tentang dunia parallel gitukan? Petualangan 3 orang sahabat.”
“Heem, kamu tau juga van?”
“Taulahh.”
“Kirain yang rambutnya gondrong mah bacaan nya pada berat berat hahaha..”
“Yaa engga gituu jugaa lahh.”
Hari itu kedekatan mereka semakin erat, tak hanya berbincang tentang buku yang dipegang. Tetapi mereka juga membicarakan pribadi mereka. Diketahui bahwa Fiora juga seseorang yang sedang merantau. Hanya saja perbedaannya Fiora untuk menimba ilmu disalah satu universitas di kota itu, sedangkan Revanza merantau mencari pekerjaan. Fiora adalah seorang mahasiswi yang telah menyelesaikan kuliahnya, menunggu wisuda yang 2 bulan lagi akan dilaksanakan.
Di tengah penungguan itu Fiora menyempatkan pergi ke taman hanya untuk membaca buku dan menikmati senja seperti sekarang. Hanya saja Fiora tidak terpikirkan akan ditemani seorang pria di taman ini. Mengingat ketika kuliah Fiora tidak pernah dekat dengan seorang pria.
Memang benar apa kata orang 3 jam bersama orang yang dicintai terasa 3 menit yang dijalankan. Begitulah pikir Revanza ketika melihat lampu-lampu taman mulai dinyalakan.
“Ra mau pulang kapan? Udah mulai gelap ni.”
“Bentar lagi deh van, tanggung ini beres 1 bab.”
“Tanggung beres apa masi pengen sama aku ra?”
“Tanggung Revanza!” tegas Fiora tetapi wajahnya sedikit berpaling dari yang seharusnya sejajar dengan buku yang sedang ia baca.
“hahaha… iya dehh, pulang nanti aku anterin yaa.”
“Hmm, gimana yaaa? Boleh dehh.”
“YESSS sikit sikit lama lama jadi bukit” begitulah isi pikiran Revanza, hatinya berteriak gembira. Senyum terbaiknya terpasang pada wajahnya.
“Beres ni van, pulang yuk.”
Revanza dan Fiora berjalan menuju parkiran taman, sesampainya di sana Revanza bertanya.
“Bukunya mau disimpen di tas ga? Kasian ntar kedinginan.”
“Masa buku kedinginan sihh, yang punyalahh yang kedinginan.”
“Yaudah, pake sweater aku yaa raa.”
“Ehh, engga becanda tadimah hahaha…”
“Beneran juga gapapa ra, emang udah niat ngasih pinjem juga sihh hahaha…”
“Yaudahh daripada dipaksa hahaha… Sekalian nitip bukunya aja deh yaa.”
“Bolehhh…”
Dua insan itu melesat dengan motor, menembus angin malam yang terasa dingin menembus kulit. Malam itu dingin tapi tidak bagi Revanza yang hati sedang bergejolak, memang naik motor tapi pikiran Revanza terbang. Kebahagiaan berada dipuncaknya.
Begitulah kehidupan Revanza selama 2 bulan yang penuh dengan kebahagian. Setiap minggunya Revanza akan bertemu Fiora di taman, berbincang apa saja atau sekedar menemani Fiora membaca bukunya. Kedekatan mereka semakin erat, kenyamanan terasa oleh Revanza. Hingga Revanza memutuskan pada hari Fiora wisuda ia akan menyatakan cintanya.
Pada hari wisuda Revanza datang ke universitas Fiora dengan pakaian terbaik yang ia punya.
“Halo ra, selamat yaa.” Sapa Revanza yang muncul entah dari mana.
“Ehh Revanza. Mah, Pah kenalin ini Revanza.”
“Ahh ha-hallo. tante, om saya Revanza temennya Fiora.” Sapa Revanza pada orang tua Fiora dengan menyodorkan tanganya untuk bersalaman.
“Iya saya orangtuanya Fiora.” Jawab ayahnya Fiora menyambut tangan Revanza.
“Mah, Pah bentar yaa mau ngobrol sama Revanza dulu.”
“Van makasii udah dateng yaaa. Aku seneng kamu udah dateng kesini buat ngucapin selamat.” Suara dan wajahnya berbanding terbalik dengan kata kata yang keluar, suaranya kecil dan wajahnya tidak terlihat Bahagia meskipun hari ini Fiora wisuda.
“Iya ra sama-sama.” Jawab Revanza.
“Van.” “Ra.” Suara mereka keluar bersamaan membuat suasana canggung terjadi.
“Kamu dulu deh van.”
“Kamu dulu ra, inikan harinya kamu.”
“Iya deh hehehe… minggu depan aku bakal pulang ke kotaku van.” Fiora terdiam sebentar sebelum melanjutkan penjelasan yang akan ia utarakan.
“Aku gatau bakal kesini lagi atau engga soalnya papah bilang udah ada calon buat aku, katanya aku bakal dijodohin sama anak temen SMA nya dia. Kalo aku kesini lagi berarti beneran dijodohin, soalnya anak temen SMA nya kerja dikota ini.”
Hari itu dunia Revanza runtuh, dunia yang ia tempati selama 2 bulan runtuh hanya dengan beberapa tarikan nafas. Revanza dibuat kalut oleh pernyataan Fiora, suara orang-orang hilang hanya menyisakan penjelasan Fiora.
“Sebenernya aku juga gamau dijodohin kayak gini, aku pengen nyari laki laki yang emang aku pengen. Bukan kayak gini.” Jelas Fiora melanjutkan.
Revanza mematung mendengarkan penjelasan Fiora. Jangankan kata yang keluar dari mulut Revanza, tubuhnya saja tidak menunjukan pergerakan apa apa. Revanza sepenuhnya mematung. Sampai Fiora memanggil Revanza beberapa kali barulah Revanza sadar.
“Ahh iyaa ra, selamat yaa udh lulus dapet jodoh pula.” Kata kata itu keluar dari mulut Revanza dengan suara bergetar dan senyum pahit yang ia tunjukan. Rencana yang Revanza susun untuk menyatakan cinta harus dilupakan.
“Ehh kok gitu sihh, kamu denger penjelasan aku tadi ga sih!?”
“Denger kok.” Suara Revanza semakin kecil.
“Yaudah deh. Apa yang mau kamu omongin van?” tanya Fiora.
“Nanti lagi aja deh ra, inget baru ada urusan di kantor. Nyempetin kesini bentar.”
“Padahal tadi semangat pas manggil, kok jadi lemes gitu van. Kenapa?”
“Engga ra ga jadi beneran. Aku duluan yah, takut udah ditungguin sama yang lain soalnya.”
“Yaudah dehh, hati hati ya van.”
“Iya ra, kamu juga. Salamin ke mamah papah kamu ya.”
“Oke.”
Cerpen Fiora Rifa (Part 1) merupakan cerita pendek karangan Ikiw Prikitiew, agan dapat mengunjungi profil penulis untuk membaca karya-karya cerpen terbaru miliknya. Baca juga cerpen seputar Romantis, atau cerpen menarik lainnya dari Ikiw Prikitiew.
Cerpen ini telah berhasil ditayangkan sekitar:
Jika dirasa cerpen ini bermanfaat, jangan lupa sebarkan cerpen ini ke medsos atau langsung klik tombol sebarkan ya gengs! 🫰.
Promosi Via Guest Post!
Buat agan & sista, jika ingin mempromosikan produk bisnismu melalui tulisan (guest post-content placement), silahkan baca terlebih dahulu tentang aturan dan kebijakan guest post 👉 di sini 👈
25 Fitur Terbaru: Kuis AI, Pelajaran Sekolah AI, Latihan Soal AI, Jawaban Soal AI dan masih banyak lagi fitur menarik lainnya.
Hanya pengguna VIP yang sudah terdaftar dan memiliki akun lencana terverifikasi