Kehidupan
Diterbitkan di Kehidupan
avatar
waktu baca 12 menit

Doa Penggali Kubur (Part 2)

Satu Minggu kemudian, Euis memperkenalkan gadis yang masih imut-imut. Baru lulus dari Madrasah Aliyah. Iin Jayanti namanya, masih saudaranya. Iin tidak kalah cantiknya dengan Euis. Mata agak besar, pinggang kecil, payudara sedang, bibir mungil dan kulitnya bersih. Euis benar-benar istri yang menepati janjinya dan pandai memilih istri muda. Iin diserahi tugas menunggu warungnya. Hanya sekali-kali saja Euis menjaganya.

Pernah aku diwawancarai stasiun televisi lokal. Aku dijadikan contoh bagaimana tukang gali kubur, sukses menjadi pengusaha pemakaman jenazah dengan melihat peluang bisnis adanya pandemi Covid-19.

“Apa resep Pak Jajang menjadi pengusaha sukses?”

“Yaa, lihat peluang banyaknya korban Covid-19. Terus berdoa dan berdoa. Setiap malam saya selalu berdoa agar dapat galian kubur yang semakin banyak. Alhamdulillah, doa saya dikabulkanNya.”

Orang-orang desa yang melihat televisi dan mengetahui doa yang aku panjatkan sangat marah.

“Jajang, kamu mengharapkan orang-orang desa mati yaa? Sekarang juga kamu pindah ke desa lainnya.”

Aku di persona non grata, diusir dari desa. Apa yang salah dariku? Bukankah tiap orang bebas berdoa. Kalau doaku terkabul, itu tandanya Tuhan sayang kepadaku. Sebaliknya, jika doa mereka tidak dikabulkan mungkin Tuhan masih ingin menguji kesabaran dan ketaqwaannya. Bukankah begitu?

“Jajang, pilih mana, doamu kamu hentikan atau kamu pergi dari desa ini?” kata Pak Kades.

Untuk menghindari perselisihan, aku pilih pindah ke desa lain dalam satu kecamatan. Dengan uang yang aku miliki, aku tinggal memilih kompleks perumahan yang masih berada dalam kecamatan yang sama. Untung Pak Camat dan Pak Bupati mengerti kasus yang terjadi. Anehnya, setiap ada kematian di desa yang sudah aku tinggalkan, Pak Kades selalu memanggilku.

“Jajang, tolong buatkan tiga belas galian kubur saja.”

Banyak warga desa memilih kerja denganku. Mereka korban PHK dari pabrik yang ada di desa. Dalam satu hari paling tidak mereka dapat 150 ribu. Bandingkan sebagai buruh pabrik upahnya hanya dua juta per bulan. Permintaanku kepada buruh galian sangat sederhana, berdoalah seperti doa yang aku panjatkan.

“Ya… Allah, tambahkanlah galian kubur untukku.”

HP selalu aku lihat setiap saat menunggu pesanan pemakaman dan uang masuk dari bank. Kalau ada orang bilang bahwa HP itu teknologi yang paling hebat aku sependapat. Benda kecil dalam gemgaman tangan namun fungsinya luar biasa hebatnya. Berita TV aku simak setiap hari juga, berapa korban yang meninggal, di kota mana saja. Aku tinggal telpon kepala cabang yang berada di daerah tersebut. Rerata korban Covid-19 yang meninggal per hari 120. Jika aku memperoleh pesanan 25% saja, maka 30 pemakaman per hari atau 30 x 10 juta = 300 juta per hari. Untung 20% = 60 juta per hari. Keereeen bukan? Mana ada pengusaha yang mempunyai pendapatan sepertiku.

Hari yang tidak terlupakan. Hari ulang tahun Euis yang ke 21. Euis yang lagi mekar-mekarnya, sedang mengandung lima bulan anak pertamaku, tertular Covid-19. Orang bilang Euis itu OTG, orang tanpa gejala, tahu-tahu sudah parah. Jiwanya tidak tertolong. Aku sangat berduka sekali. Aku semayamkan di kuburan terbaik yang harga satu liang kuburnya 250 juta. Aku buatkan peti mati terbaik, dari kayu jati kelas satu. Aku makamkan sendiri. Aku ingin memberikan hadiah terbaik di hari ulang tahunnya, hari kematiannya, liang lahat dan peti mati.

Manusia kepala corona itu menepati janjinya. Orang yang aku cintai dijadikan korban pertamanya. Entah siapa korban selanjutnya.

“Kang Jajang, sudahlah ganti pekerjaan lainnya. Lihat perut Iin sudah mulai membesar. Bagaimana kalau Akang kena Covid-19? Bagaimana Iin? Bagaimana anak yang ada di kandungan?” mata Iin merah, ada genangan air bening. Sebagian air matanya sudah membasahi pipinya.

“Iin, kalau Euis meninggal, itu sudah takdir. Kita juga akan meninggal, entah kapan. Penggali kubur adalah pekerjaan Akang dari dulu hingga sekarang dan sampai nanti.”

“Tapi Kang, jangan sering-sering bepergian, calon bayinya pengin ditengok sama Akang.”

“Ya…, tapi selama beberapa bulan ke depan Akang sibuk, keliling daerah, menagih kontrak yang sudah selesai dan juga membuat kontrak baru. Pesanan pemakaman covid-19 semakin bertambah.”

Aku tetap bertahan dengan pekerjaanku. Doaku tetap, tidak mengalami perubahan. “Yaa, Tuhan, berilah kami galian kubur yang banyak.”

PoV

Duduk menunggui warungnya, Iin tersenyum sendiri sambil mengelus-elus perutnya yang sudah sedikit membesar. Kata dokter kehamilannya sudah berumur 3 bulan. Iin bangga akan kepandaiannya untuk menguasai Jajang dan emas yang menempel di tubuh Euis. Bayi yang dikandungnya nantinya tidak perlu lagi memperebutkan warisan yang akan ditinggalkan oleh Jajang. Orang-orang kampung yang tidak pernah memakai masker diberi uang antara 20 sampai 50 ribu untuk berbelanja ke warungnya saat yang menjaga Euis. Iin yakin suatu saat Euis akan tertular karena Euis tidak pernah memakai masker saat di warung. Keyakinan Iin terbukti.

Cling…, di layar terlihat wajah Wawan.

“Iin, bagaimana kandungannya?”

“Iiih…, Akang lama tidak nengok calon bayinya?”

“Akang banyak pekerjaan, apakah malam ini Jajang ada di rumah?”

“Kang Jajang, di luar kota.”

“Baik, Akang ke rumah ya…”

Pesanan galian kubur semakin bertambah dan bertambah di berbagai kota. Jajang begitu sibuknya, berkeliling dari satu kota ke kota lainnya. Uang yang diperolehnya untuk mempersiapkan kelahiran bayi yang dikandung Iin. Iin juga begitu sibuknya, bersosialita dengan teman-temannya dengan memakai perhiasan peninggalan Euis. Wawan pun tidak kalah sibuknya untuk mengetahui keberadaan Jajang. Pada hari dan jam yang sama, Jajang berada di luar Jawa sementara Iin dan Wawan bercumbu dengan mesranya di rumahnya.

“Iin, terima kasih engkau berhasil menyuruh orang kampung berbelanja ke warung ketika Euis menunggu warungnya.’

“Akang, Iin juga terima kasih, pandai membuat Kang Jajang sibuk keliling ke berbagai kota.”

Jajang merasa manusia corona akan menjemputnya dalam waktu dekat. Doa yang dipanjatkan pun sudah berubah. Kalau sebelumnya “Yaa… Tuhan, berilah kami galian kubur yang banyak.” Kini berubah menjadi “Yaa… Tuhan, berilah percepat pertemuanku dengan Euis.”

Satu liang kubur di sisi Euis untuk dirinya berikut peti mati sudah dipersiapkan. Entah kapan masuknya, tidur nyaman bersama istri tercinta.

Cerpen dengan judul "Doa Penggali Kubur (Part 2)", telah berhasil dimoderasi dan lolos ditayangkan oleh tim editor.

Cerpen Doa Penggali Kubur (Part 2) merupakan cerita pendek karangan Bambang Winarto, agan dapat mengunjungi profil penulis untuk membaca karya-karya cerpen terbaru miliknya. Baca juga cerpen seputar Kehidupan, atau cerpen menarik lainnya dari Bambang Winarto.


Cerpen ini telah berhasil ditayangkan sekitar: 2 tahun yang lalu. Bagaimana menurutmu gengs? apakah agan menyukai tulisan cerpen dari Bambang Winarto? jika agan menyukai cerpen ini, silahkan tulis pendapatmu di kolom komentar ya gengs.


Jika dirasa cerpen ini bermanfaat, jangan lupa sebarkan cerpen ini ke medsos atau langsung klik tombol sebarkan ya gengs! 🫰.

Promosi Via Guest Post!

Buat agan & sista, jika ingin mempromosikan produk bisnismu melalui tulisan (guest post-content placement), silahkan baca terlebih dahulu tentang aturan dan kebijakan guest post 👉 di sini 👈

Hai gansis! 🧑‍🦱🧑‍🦰 Yuk coba seru-seruan bareng komunitas dengan menggunakan asisten AI cerdas. Caranya sangat mudah, cukup dengan memberikan tagar dan mention [#tagargpt & @balasgpt] pada balasan agan dan sista di sini.

25 Fitur Terbaru: Kuis AI, Pelajaran Sekolah AI, Latihan Soal AI, Jawaban Soal AI dan masih banyak lagi fitur menarik lainnya.


Hanya pengguna VIP yang sudah terdaftar dan memiliki akun lencana terverifikasi

Dilarang mengirimkan pesan promosi, link, spam dsbg. Namun jika agan ingin menyisipkan link (promosi), silahkan pergi ke halaman hubungi moderator kami. Berkomentarlah dengan bijak dan sesuai topik yang ada. Untuk informasi selengkapnya, silahkan baca aturan di sini.

Komentar