Penggali kubur. Ya…, itulah pekerjaan utamaku. Pekerjaan lainnya, serabutan, apa saja. Satu liang kubur, bisa untuk makan dua hari. Jika tidak ada pesanan, Euis siap-siap cari utangan, di warung makan, warung sembako, warung rokok atau warung lainnya, entah warung apa lagi. Entah pula, sudah berapa banyak utangku di berbagai warung. Gelang dan kalung pemberian orangtuanya yang menempel di tubuhnya sudah tidak terlihat. Aku pura-pura tidak tahu.
Aku sebenarnya heran, Euis, salah satu kembang desa, anaknya Haji Komar yang cukup kaya, mau kawin denganku. Wajahku biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa. Banyak pemuda desa yang cukup gagah dengan pekerjaan yang layak, ditolaknya.
“Euis, kenapa engkau mau kawin denganku?”
“Iya Kang, Euis mimpi kalau kawin sama akang, hidupnya nanti akan makmur.”
“Makmur gimana, sampai sekarang saja Akang masih jadi penggali kubur.”
“Iya.., nanti kan berubah Kang, bukan menjadi penggali kubur lagi, jadi pengusaha.”
“Ha…, ha…, ha…”
“Iya…, bener Kang.”
“Terus, kalau akang sudah jadi pengusaha boleh nggak kawin lagi?” Sifat nakalku kambuh.
“Iiiih…, Akang ini, ada-ada saja. Tapi…, yaa…, bolehlah. Asal Akang sudah mampu membelikan Euis perhiasan yang Euis telah jual, mobil sama buka warung sembako. Tambahnya satu saja, yaa… Itu juga, Euis yang memilihkannya.”
Keyakinan Euis akan hari depanku, membuatku tambah tetap semangat. Apalagi Euis akan akan memberi bonus istri muda. Semoga mimpi Euis terbukti.
“Yaa…, Tuhan, berilah kami galian kubur yang banyak.” Hanya itu saja doa yang aku panjatkan setiap sehabis sholat.
Suatu malam, aku masih ingat malam Jum’at Kliwon, entah mengapa aku merasakan malam yang mencekam. Bulan dan bintang bersembunyi sejak mentari menuju peraduan. Angin berhenti bernafas, pepohonan diam mematung, binatang malam yang biasa ramai berdendang, kini membisu semua. Aku lihat Euis tidur dengan nyenyak setelah aku cumbu dengan penuh nafsu. Detak jam dinding sebanyak dua kali masih terdengar yang menandakan bahwa aku masih sadar. Didahului dengan hawa dingin yang menerpa wajahku, hidungku yang cukup tajam mencium bau busuk menyengat bercampur dengan bau amis darah. Antara sadar dan tidak, antara mimpi dan nyata, ada makluk aneh yang mandatangiku. Entah dari mana masuknya. Jaraknya demikian dekat, badan manusia tapi kepalanya kepala corona. Ya…, kepala corona, kepalanya bulat warna merah muda, rambutnya bagai pentol korek berwarna merah tumbuh jarang tapi merata di seluruh kepalanya. Matanya merah sebesar bola pingpong melotot menatapku. Aku mau berdiri tidak bisa, kedua kakiku seperti ada yang memegangnya dengan kuatnya. Aku mau teriak juga tidak bisa, seperti ada tangan yang demikian besar membekap mulutku. Aku mau pejamkan mata juga tidak bisa, mataku dipaksa memandang makhluk yang menakutkan. Bajuku telah basah dengan keringat dingin. Bahkan celana yang aku pakai juga basah karena pipis. Ketakutan.
“Jajang, aku menyampaikan kabar gembira, doamu telah dikabulkanNya. Galian kubur akan bertambah dan bertambah setiap harinya sampai waktu yang ditentukan. Tapi ingat Jajang, orang-orang yang engkau cintai juga akan menjadi korban dariku.”
Aku meronta dan meronta. Bersamaan dengan hilangnya manusia corona, aku bisa bangun dari tempat tidur. Aku lihat Euis masih tidur dengan nyenyak, tidak tahu kedatangan manusia corona. Aku duduk di tempat tidur mengatur nafasku yang masih terengah-engah. Ketika sudah normal, aku hanya berani tidur ayam dan berharap mentari segera menampakkan diri.
Untuk beberapa hari mimpi tersebut selalu menghantuiku, tapi hanya aku pendam dalam hati. Aku mencoba untuk tidak mempercayainya. Bukankah mimpi hanya bunga tidur? Mau cerita sama Euis aku tidak berani.
Alhamdulillah, rupanya doaku dikabulkanNya. Sejak Covid-19 menyerbu Indonesia, pesanan galian kubur semakin banyak. Mereka korban keganasannya. Sering, aku bersama Pardi dan Paimin lembur, menggali liang kubur sampai malam. Paling tidak, dalam satu hari, aku menerima pesanan tiga galian. Suatu jumlah yang lumayan. Satu orang dapat 200 ribu per galian. Kalau tiga galian berarti dapat 600 ribu, dikurangi makan dan lain-lain bisa bawa pulang 500 ribu. Pendapatan yang cukup besar. Euis senang. Hutang pun secara perlahan-lahan lunas.
Parjo, temanku penggali kubur juga, menyarankan agar menggunakan chain saw. Agak aneh. Tapi memang betul. Dengan chain saw pekerjaan galian kubur semakin cepat. Seperti memotong kue saja. Dalam satu hari bisa 6 galian. Dua kali lipat dari pekerjan sebelumnya. Ini berarti pendapatku dalam satu hari bisa 2 kali lipat juga, 1 juta. Hebat kan? Hanya penggali kubur.
Aku sadar bahwa sebagai penggali kubur, resiko tertular covid-19 sangat besar. Anjuran pemerintah tentang Protokol kesehatan (Prokes): memakai masker, jaga jarak dan cuci tangan dengan sabun senantiasa aku laksanakan. Bahkan, anjuran teman-teman via WA: minum jamu, menghirup uap yang telah diberi minyak kayu putih dan menyemprot lubang hidung dengan air garam juga aku lakukan.
“Cliiing,” aku buka WA.
“Pak Jajang tolong siapkan galian untuk sepuluh orang.”
“Siap Boss.”
Pesanan bertubi-tubi. Setiap hari selalu dan selalu bertambah. Aku sampai tidak sanggup melayaninya.
Suatu ketika, aku ketemu Wawan, teman SMA yang sekarang sudah jadi pengusaha besar dalam berbagai bidang dan juga pemborong di berbagai intansi pemerintah. Aku sebenarnya minder kalau ketemu dengannya. Bagai langit dan bumi. Konglomerat ketemu buruh galian kubur. Tapi dia sangat baik, memperlakukanku sebagai sahabat.
“Jajang, sebaiknya kamu tidak lagi sebagai penggali kubur. Kamu bisa menjadi pengusaha pemakaman Covid-19.”
“Bagaimana caranya? Aku kan bukan orang sekolahan.”
“Nanti, aku buatkan perusahaan pemakaman jenazah. Kita beri nama “PT. Pemakaman Corona”. Kamu sebagai Direktur Utama dan aku sebagai komisarisnya. Aku yang ngurus semuanya.”
Berkat Wawan, “PT. Pemakaman Corona”, menjadi terkenal. Wawan memang pandai dan mempunyai jaringan luas dengan instansi pemerintah. Berbagai proposal pemakaman covid-19 dibuatkannya. Dari proposal sederhana yang hanya berisi penggalian kubur saja, atau penyediaan peti mati saja sampai proposal paket lengkap: penggalian kubur, peti mati, prosesi pemakaman termasuk pembacaan doa. Rupanya paket lengkap paling diminati, meski biayanya lumayan mahal, 8 juta rupiah satu kuburan. Namun, harga yang aku tawarkan dianggap terlalu murah.
“Mas Jajang, paket lengkap dibulatkan saja menjadi sepuluh juta, yang dua juta untuk saya,” kata pemimpin proyek Covid-19 tanpa malu-malu.
Aku setuju-setuju saja. Bagiku dengan nilai yang aku tawarkan sudah mendapat untung 20%. Kontrak pemakaman sebanyak seratus paket lengkap aku tandatangani. Nilai kontrak yang harus aku tandatangi 1.000 juta, alias satu milyard. Aku terima 800 juta rupiah. Untungnya 200 juta rupiah. Hebat kan? Pemimpin proyek lebih hebat lagi, ongkang-ongkang dapat 200 juta rupiah juga.
“Jajang, sebaiknya kita dirikan cabang di berbagai daerah terutama pada daerah yang padat penduduknya dan berada pada zona merah atau kuning.”
“Sependapat Wan.”
“Jajang, aku sudah hubungi satgas covid-19 masing-masing daerah. Mereka sangat senang dengan adanya perusahaan kita. Engkau tinggal mengajukan izin usaha pemakaman covid-19.”
“Siap Wan.”
Berkat ketenaran perusahaan dan jaringan yang dibangun Wawan serta banyaknya kasus covid di berbagai daerah, bendera “PT Pemakaman Corona”, semakin berkibar. Luar biasa Wawan. Ketika aku datang ke daerah, mereka membantu dengan sepenuh hati. Izin usaha pemakaman keluar dalam hitungan hari. Aku juga dipertemukan dengan para pekerja penggali kubur. Untuk sementara sudah ada 100 cabang di seluruh Indonesia. Mereka aku didik mengenai protokol kesehatan dan protokol pemakaman. Segala keperluan yang berhubungan protokol kesehatan dan protokol pemakaman aku sediakan. Mereka hanya perlu tambahan chain saw dan ekskavator. Pertama kali lihat chain saw dan ekskavator untuk menggali kuburan mereka heran. Namun, setelah paham, pekerjaannya menjadi lebih mudah dan lebih cepat.
Chain saw yang aku miliki sudah seribu, sementara ekskavator seratus yang tersebar di beberapa kota yang masuk zona merah. Bisingnya suara chain saw dan mesin ekskavator terdengar merdu di telingaku. Nyanyiannya, semakin sering di daerah-daerah yang masuk zona merah. Berbagai kontrak dari berbagai daerah sudah aku tandatangani. Kalau dijumlahkan, nilainya mencapai milyaran rupiah. Usahaku laris manis, “Seeng ada lawan” kata orang Ambon.
“Kang Jajang, apa kubilang. Akang sekarang sudah jadi pengusaha. Hidup kita makmur, benar kan?”
“Ya…, benar Euis. Berkat doamu, rezeki Akang semakin bertambah dan bertambah. Engkau memang istri yang baik, cantik dan setia serta selalu memberi semangat Akang, Terima kasih Euis.” Aku kecup keningnya.
Sebagai tanda terima kasihku kepadanya, apapun permintaanya aku turuti. Gelang, emas yang sempat dijualnya, kini telah kembali dengan model terbaru yang jumlah dan ragamnya jauh lebih banyak. Di tangannya selalu tergemgam smartphone keluaran terbaru. Euis memang senang bersosialita dengan sesama teman SMA, teman desa dan teman sesama pedagang. Sepeda motor bebek hanya bertahan beberapa bulan, demikian pula mobil Avansanya. Sekarang, Nissan Juke warna merah menyertai kemana pun Euis pergi. Dandanannya nggak kalah sama selebriti. Kaca mata hitam selalu menempel di matanya. Gelang, kalung, anting, cincin menghiasi tubuhnya. Pokoknya Euis tambah waaah, tambah kece. Warung sembako ditelantarkannya.
“Euis, mana janjimu?”
Cerpen Doa Penggali Kubur (Part 1) merupakan cerita pendek karangan Bambang Winarto, agan dapat mengunjungi profil penulis untuk membaca karya-karya cerpen terbaru miliknya. Baca juga cerpen seputar Kehidupan, atau cerpen menarik lainnya dari Bambang Winarto.
Cerpen ini telah berhasil ditayangkan sekitar:
Jika dirasa cerpen ini bermanfaat, jangan lupa sebarkan cerpen ini ke medsos atau langsung klik tombol sebarkan ya gengs! 🫰.
Promosi Via Guest Post!
Buat agan & sista, jika ingin mempromosikan produk bisnismu melalui tulisan (guest post-content placement), silahkan baca terlebih dahulu tentang aturan dan kebijakan guest post 👉 di sini 👈
25 Fitur Terbaru: Kuis AI, Pelajaran Sekolah AI, Latihan Soal AI, Jawaban Soal AI dan masih banyak lagi fitur menarik lainnya.
Hanya pengguna VIP yang sudah terdaftar dan memiliki akun lencana terverifikasi