Di lain hari.
Seseorang berjalan di sebuah taman terindah di kotanya. Matanya meneliti setiap sudut, ia berharap menemukan seseorang yang ia ingin temui.
“Dimana si?” gumamnya. Ia kesal tidak melihat seorang gadis yang membuatnya akhir-akhir ini gelisah.
Deg. Ia kini melihat gadis yang dicari tengah berjalan dengan tongkatnya.
“Hei.” teriaknya. Akan tetapi gadis itu tidak berhenti.
“Woy lo dengar gak si gue panggil?” katanya saat ia di dekat sang gadis.
Gadis itu sedikit terkejut karena mendengar suara yang keras.
“Maaf, kakak memanggil saya?” katanya lirih.
Laki-laki itu lupa jika gadis ini buta. Mana dia paham akan dirinya.
“Hm. Oh ya kok lo gak jualan?”
“Kakak mau beli gorengan saya ya? Maaf kak tadi ada acara keluarga, jadi saya baru sempat mau buat.” jelasnya.
“Oh. Oh ya gue boleh tahu nama lo gak?”
“Hah? Em iya kak nama saya Anisa.”
“Nama gue Angga. Mau gue anter gak sampai rumah?”
“Tidak usah kak. Saya bisa sendiri.”
Tapi Angga ya tetap Angga. Ia merebut belanjaan Anisa. Kemudian dia berjalan beriringan menuju panti asuhan.
“Lo kok bisa hafal jalan pulang?”
Anisa gadis itu tersenyum simpul dibalik cadarnya..
“Sudah terbiasa.” jawabnya sopan.
Di depan panti.
Anisa disambut meriah oleh anak-anak panti.
“Kak Anisa.” panggil mereka.
“Assalamu’alaikum.” ucapnya..
“Wa’alaikumsalam.” jawab mereka kompak.
“Ini siapa kak?” tanya salah satu dari mereka.
“Em hay kenalin nama gue, em maksud aku Angga.”
“Hai kak Angga.” sapa mereka.
Angga sangat senang dengan sikap mereka yang sopan dan ramah.
“Eh ada tamu ya.”
“Iya bu.” jawab Angga kikuk.
“Panggil Umi Hana saja nak.”
“Angga Umi.”
“Nama saya Hana. Oh ya nak Angga silakan masuk.”
Angga pun masuk dengan mereka. Rumah panti ini cukup luas apa lagi halamannya.
“Maaf nak Angga ini kenal Anisa dimana ya kalau boleh umi tahu?”
“Saya kemarin beli gorengan sama Anisa. Terus em rasanya enak sekali. Jadi saya mau beli lagi eh ternyata dia baru jualan.” jelas Angga.
“Iya maaf nak. Anisa juga sibuk di rumah. Kalau nak Angga berkenan, akan saya buatkan.”
“Nanti malah merepotkan mi.”
“Ah tidak merepotkan. Saya permisi ke dapur. Oh ya Anisa, kamu temenin nak Angga ya.”
Anisa hanya menganggukan kepalanya patuh.
“Kak Angga, temenin Dion main bola yuk.” ajak anak kecil yang bertubuh agak gendut.
“Jangan Dion, kak Angga itu tamu. Ayo minta maaf.” kata Anisa tegas.
“Aku minta maaf.” ucap Dion tulus.
Angga yang melihat hal itu, merasa kasihan.
“Ok kakak maafkan. Tapi ada syaratnya.”,
“Apa?”
“Em ajak teman kamu ke halaman rumah dan kita main bola bareng. Gimana?”
“Yeee.” sorak Dion senang. Dia pun mengajak yang lain untuk ke halaman rumah.
“Maaf kak Angga. Apa tidak masalah?”
“Ah tidak. Oh ya aku mau main bola dulu ya.” ijinnya.
Anisa merasa aneh sekarang. Baru kali ini ada yang meminta ijin padanya apa lagi itu laki-laki dewasa.
Di halaman rumah.
Angga sedang bermain bola dengan sangat bahagia. Baru kali ini ia bisa tertawa lepas dan sebahagia ini. Meski hanya hal kecil, akan tetapi menurutnya luar biasa.
Anisa mendengar suara gelak tawa dari halaman rumah. Hana keluar dari dapur sambil membawa beberapa gorengan.
“Dimana nak Angga Nis?” tanyanya..
“Di luar mi sama anak-anak.”
“Ramai sekali mereka lagi ngapain? Umi jadi penasaran.”
“Sedang main bola mi di ajak Dion.”
“Ya Allah. Ya sudah kita ke depan Nis.”
Hana dengan lembut menuntun Anisa ke teras rumah. Yang Hana lihat, Angga sedang menendang bola sambik tertawa bahagia.
Sesampainya di depan rumah, mata Hana melihat temannya Anisa heran.
Ia melihat wajah Angga dengan sumringah dan sangat bahagia.
“Hosh hossh.” Angga mengatur nafasnya. Sungguh melelahkan dan menyenangkan. Baru kali ini merasakan kebahagiaan yang lama ia tidak rasakan.
“Nak Angga pasti lelah, umi buatkan es jeruk.”
“Terimakasih mi.” jawab Angga. Ia langsung menghabiskan satu gelas.
“Mari nak masuk ke dalam.” ajak Hana.
“Maaf mi. Saya harus pamit sekarang. Karena ada kepentingan. Lain kali saya kesini lagi dan yaa mungkin akan sedikit lama.” kata Angga kemudian ia pamitan.
“Assalamu’alaikum.” sapa seseorang.
“Wa’alaikumsalam abah.” jawab mereka semua..
Mereka mencium tangan pria paruh baya dengan takzim.
“Ada tamu tadi mi?” tanyanya.
“Iya bah. Dia teman Anisa.”
“Cewek?”
“Cowok bah.” jawab Anisa lirih.
Mata abah Anisa yang sering disapa Anom itu menatap anak gadisnya. Baru kali ini anak gadisnya memiliki teman cowok dan sampai membawa ke rumahnya..
“Hm. Sebaiknya kita masuk.” ucap Anom. Ia masuk ke dalam rumah dengan perasaan tidak karuan.
Hana paham dengan perasaan anak gadisnya. Ia mengusap punggung Anisa dengan pelan.
“Semuanya akan baik-baik saja Nis.” ucap
Hana penuh kelembutan..
Di dalam rumah.
Abah Anom sudah duduk di sofa, kemudian disusul oleh Anisa dan Hana..
“Hm. Jadi dia teman baru kamu atau pacar kamu?” tanya Anom tegas..
“Maaf bah. Dia Angga. Bukan pacar Anisa melainkan teman.”
“Mana mungkin teman kamu cowo Nis. Jelaskan yang detail dia siapa?”
“Abah tau sendiri kan Anisa bagaimana. Tidak mungkin dia pacarnya. Ayo Nisa jawab yang jelas ke abahmu.” ucap Hana sedikit kesal kepada suaminya..
“Benar abah. Dia teman Anisa yang kebetulan adalah pelanggan gorengan dan dia juga menolong membawakan belanjaan Anisa tadi.” jelasnya.
“Baiklah abah percaya. Ya sudah sebaiknya kamu istirahat. Abah juga akan mengajari anak-anak mengaji.” ucap Anom berjalan menuju tempat anak yang ia asuh.
“Kamu yang sabar ya nak. Abahmu memang sifatnya tegas. Tapi abah sebenarnya sayang saama kamu.” ucap Hana kemudian memeluk anaknya dengan kasih sayang..
2 hari berikutnya.
Angga menaiki motornya dengan riang dan gembira. Sesekali ia pun bersiul di jalan. Mata indahnya berbinar-binar. Ia senang sekali saat ini karena hendak ke panti asuhan tempat tinggal Anisa.
Sesampainya di depan rumah panti, Angga memarkirkan motornya.
“Assalamu’alaikum. Kak Angga.” sapa seseorang..
“Hai Dion. Wa’alaikumsalam.” jawabnya.
Dion mencium tangan Angga takzim. Ia sedikit terkesima dengan perilaku anak di depannya. Sungguh nilai kesopanan yang ia miliki sangat tinggi.
“Mau bertemu ka Anisa ya…”
“Iya. Apakah kakakmu ada?” tanyanya balik.
“Ada kak. Mari Dion antar.”
Angga mengekor di belakang Dio. Saat ia berada di depan pintu, tiba-tiba ia terkejut dengan sosok pria baruh baya yang baru muncul dari dalam.
“Abah. Ada teman kak Anisa.” ucap Dion.
Anom meneliti Angga dari atas sampai bawah. Penampilan yang digunakan jauh dari kata sopan. Kaos oblong, ada gambar tato di tangannya dan celana panjang robek-robek.
“Astagfirullah.” ucap Anom seketika.
Deg. Apa yang salah denga dirinya kenapaa abahnya Anisa mengucap istigfar. Dia pun jadi bingung.
“Kamu yang bernama Angga?” tanya Anom dengan selidik..
“Iya bah.” jawab Angga gugup.
“Bah bah. Memangnya saya abah kamu?” kata Anom dingin.
Glug. Angga meneguk ludahnya kasar. Kenapa sifatnya berbeda dengan anak dan istrinya?
Dia mengubah ekapresi terkejutnya. Kemudian Angga memberikan senyuman termanisnya. Ia hendak mencium tangan
Anom. Tapi abah Anisa hanya dia lalu melipatkan tangannya di depan dada tanda ia menolak.
“Hm. Saya sedang sibuk jadi tidak menerima tamu.” ucap Anom masih dengan nada dingin.
“Maaf abah. Saya hanya ingin bertemu dengan Anisa.”
“Kamu apa haknya ingin bertemu anak saya?”
“Saya temannya bah. Saya ingin….” jawab Angga mulai kesal. Mengapa abahnya sungguh menyebalkan..
“Oh teman ya? Saya abahnya. Anisa sekarang tidak bisa keluar.”
“Kenapa bah? Apa dia sibuk.”
“Tidak. Saya tidak mengijinkan sembarangan orang bertemu dengannya apa lagi kamu.” ucap Anom sambil menunjuk muka Angga.
“Tapi bah…”
“Sebaiknya kamu pulang. Assalamu’alaikum.” Anom pum masuk ke dalam dan menutup pintu.
“Ya ampun. Bapaknya Anisa galak bener ya. Masa iya gue dilarang nemuin anaknya. Huft.” setelah ngoceh gak jelas, Angga pun pergi. Brumm brum.
Tanpa dia sadari, ada seseorang yang mengamatinya dari balik jendela.
“Maafkan Anisa kak.” ucap gadis itu lirih..
“Dia sudah pergi.” ucap seseorang di belakangnya.
“Abah.”
“Abah tidak mengijinkan kamu berteman dengan pria seperti itu nak. Dia tidak jauh dari kata baik. Andai kamu tahu, dia itu preman di daerah sini.”
“Apa preman?” kata Anisa terkejut.
“Iya dia adalah ketua preman disini. Abah liat dia memiliki gambar tato yang warga disini takuti. Dia bahkan ketuanya. Kamu tahu sendiri kan bagaimana perilaku mereka. Bahkan mereka pernah melecehkan kamu.”
Degghhh.
Cerpen Cinta Sang Preman (Part 2) merupakan cerita pendek karangan Tri Wahyu Nikmah, agan dapat mengunjungi profil penulis untuk membaca karya-karya cerpen terbaru miliknya. Baca juga cerpen seputar Cinta, atau cerpen menarik lainnya dari Tri Wahyu Nikmah.
Cerpen ini telah berhasil ditayangkan sekitar:
Jika dirasa cerpen ini bermanfaat, jangan lupa sebarkan cerpen ini ke medsos atau langsung klik tombol sebarkan ya gengs! 🫰.
Promosi Via Guest Post!
Buat agan & sista, jika ingin mempromosikan produk bisnismu melalui tulisan (guest post-content placement), silahkan baca terlebih dahulu tentang aturan dan kebijakan guest post 👉 di sini 👈
25 Fitur Terbaru: Kuis AI, Pelajaran Sekolah AI, Latihan Soal AI, Jawaban Soal AI dan masih banyak lagi fitur menarik lainnya.
Hanya pengguna VIP yang sudah terdaftar dan memiliki akun lencana terverifikasi