Kehidupan
Diterbitkan di Kehidupan
avatar
waktu baca 13 menit

Bisu dan Menulis

Sampai sekarang aku tidak menyangka aku sering membisu. Diam terlalu lama, tidak ada kebisingan yang tercipta yang pada umumnya dinikmati oleh banyak orang. Menyendiri sudah menjadi makanan sehari-hariku. Aku adalah seorang penulis sekuler yang sekarang duduk di bangku perkuliahan. Berusaha menjadi seorang sarjana walau awalnya aku tidak terpikirkan akan menempuh pendidikan yang lebih tinggi lagi. Aku bingung dengan pilihan yang tersedia di depan mataku. Aku bertanya, “Aku harus ambil fakultas apa saat kuliah nanti?”

Tidak ada yang menyangka dulunya aku menekuni bidang seni tari hingga bertahun-tahun yang pada akhirnya aku memilih jurusan psikologi. Aku memang tipe anak yang lugu. Aku memang cupu. Tidak ada satu pun wanita yang tertarik untuk mendekatiku karna memang aku pun tidak terlalu menarik di mata mereka. Lalu aku berontak pada diriku sendiri, kenapa aku tidak sekeren dan sekece anak lainnya? Berulang kali aku bertanya pada diriku sampai aku kelelahan karna tidak menemukan jawabannya.

Aku rindu dengan masa SMA-ku. Masa itu jauh lebih baik dari masa kuliah yang sekarang sedang kujalani. Awal aku memasuki dunia perkuliahan, hari pertama masuk sebagai mahasiswa baru hanya penampilanku yang terlalu rapi diantara mahasiswa lainnya. Memakai kemeja putih lengan panjang dengan celana keper hitam yang sedikit kombor. Aku kelihatan seperti bapak-bapak yang sudah punya satu anak berusia 2 tahun. Ditambah juga aku sengaja memakai almamater dan kacamata yang selalu menempel di wajahku. Hal itu membuatku semakin kelihatan lugu. Aku melihat banyak banget mahasiswa baru. Kebetulan aku belum dapat kenalan jadi aku serba sendirian saat itu. Aku perhatikan setiap sudut bangunan itu, aku diam saja sambil berpikir.

Hari pertama aku kuliah tidak terlalu menyenangkan karna tidak ada teman baru atau pribadi seperti teman SMA-ku yang dulu. Kenapa dunia kampus ini terasa kejam sekali? Menuntut semua orang yang di dalamnya fokus hanya pada dirinya sendiri. Mereka mengambil setiap keuntungan dari orang lain dengan cara pandai bergaul dan mengambil hati lainnya hanya untuk memuaskan keinginan akalnya. Sedangkan aku tidak, aku lebih kepada perasaan. Aku melihat sekelilingku kira-kira ada atau tidak yang senasib denganku. Iya, cupu dan lugu seperti aku. Mungkin kami bisa jadi berteman sekaligus menjadi teman baik. Seiring berjalannya waktu, aku mulai merasa tempatku bukanlah disini. Ada kecemasan yang sangat dahsyat mengguncang jiwaku.

Aku juga dulunya pernah bilang ke orangtuaku kalau aku tidak mau kuliah namun orangtuaku berkata lain. Lagi pula dari keluargaku semuanya menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi dari SMA. Tidak ada pilihan lain selain menuruti kemauan mereka yang sebenarnya bukan kerinduan hatiku. Lalu aku melewati hari-hariku dengan kehampaan meskipun aku sudah memiliki teman baru. Di awal aku memanipulasi perasaanku agar kelihatan bahagia dan menikmati kampus baruku. Aku sering diam dan membisu, berbicara pada diri sendiri meski aku tahu dia tak pernah memberikan jawaban yang pasti.

Buat kamu yang belum sampai pada jenjang pendidikan seperti yang aku jalani ini, nikmati masamu sekarang. Jika memang niatmu untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti ini pastikan semangatmu tidak kendor. Bisa saja dipertengahan jalan jenuh akan menjemputmu tanpa kamu sadari. Dan kamu pun tidak bisa menghindar darinya, cepat atau lambat dia akan menghampirimu.

Hingga membuatku berani mengambil keputusan untuk memilih tetap kuliah meski ini bukan kerinduan hatiku. Apalagi jurusan yang aku ambil bukan minat dan bakatku. Aku tidak tahu banyak hal jika ditanya tentang jurusanku ini. Aku seperti robot yang sudah diatur untuk setiap pagi bangun, sarapan, dan mempersiapkan diri untuk pergi ke kampus. Iya, kembali lagi duduk dibangku hitam polos yang berbusa empuk dengan meja mungil yang menyatu dengan kursi itu. Dia tidak bersalah dan mungkin dia akan sangat marah saat diduduki olehku, marah dengan niat burukku yang hanya ingin duduk saja tanpa memperhatikan dosen yang sedang berdiri di depan memberikan materi.

Aku tahu tidak hanya aku doang yang merasakan pengalaman seperti ini. Aku membiarkan diriku membisu dan mendiam lebih dari setahun. Malah kini aku sudah genap 2 tahun hanya datang, duduk, diam, dan pulang saja. Memaksa diriku untuk mampu mengikuti setiap perintah dosen. Tugas yang diberikan aku kerjakan dengan baik. Siapa sangka aku terlihat baik-baik saja sampai sekarang karna teman baikku. Iya, kertas dan pulpen. Mereka adalah teman baikku.

Selama aku membisu di dunia perkuliahan ini, aku menghabiskan sebagian besar waktuku untuk menulis. Apapun itu pasti akan ku tulis. Ku izinkan diriku sendiri berbicara apa adanya pada teman barunya ini. Aku jauh merasa lebih baik setelah aku menemukan mereka. Aku merasa aku orang yang paling beruntung. Aku sangat menikmati hidupku hanya dengan secangkir kopi hangat yang baru diseduh, ditemani oleh pulpen yang siap menari-nari diatas kertas milikku.

Tidak banyak orang yang bisa menyentuh duniaku yang satu ini. Aku jadi mulai akrab dengan sapaan penulis karna aku sering dilihat sedang menulis oleh teman-temanku. Bahkan aku berhasil menerbitkan dua judul buku. Aku jadi punya buku sendiri sekaligus berhasil berkarya dan berkontribusi di dunia literasi. Meski memang tulisanku perlu dibenahi senantiasa, namun mereka yang membaca sangat simpati dan merasa apa yang sudah aku tuliskan sama dengan apa yang mereka rasakan. Aku mulai berpikir, ternyata tidak hanya aku saja yang seperti ini. Awalnya aku mengira aku aneh, ternyata tidak. Aku unik. Aku harusnya berada di dunia yang berbeda dari yang kujalani sekarang.

Entahlah, mungkin teman-temanku merasa aku aneh dan gila karna memilih mangkir dari perkuliahan. Bangkuku menjadi kosong dan si hitam yang polos berbusa itu alias bangkuku mulai merasa kecarian. Yang biasanya dia kesal karna aku membisu terus kini dia semakin takut kehilanganku. Kehadiranku di kampus hanya sebatas goresan tanganku yang kadang juga diwakilkan oleh teman dekatku. Sayangnya, aku ketinggalan banyak info seputar perkuliahanku namun aku cuek saja. Apa urusannya buat aku? Lalu aku asyik dengan duniaku sendiri, aku menghabiskan sebagian besar waktuku untuk membaca di toko buku favoritku.

Satpam dan pegawai itu sampai hapal dengan wajahku karna aku selalu hanya menitipkan barang saja. Saat aku keluar dari toko buku itu tidak ada kantongan plastik yang berisi belanjaan buku. Aku memilih banyak membaca buku saja disana namun tidak membelinya. Mungkin mereka berpikir aku tidak punya uang. Hanya saja memang aku sudah menghabiskan waktuku berjam-jam disana untuk membaca satu sampai dua buku sampai pada halaman terakhir. Itu adalah hal yang menyenangkan sekali buatku. Hingga akhirnya aku sering mangkir dari perkuliahanku. Kata temanku, aku akan lama wisuda. Aku menolak kalimat sindiran tersebut. Aku hanya ingin bahagia! Jika besok adalah hari terakhirku, aku tidak mau mati konyol di kampus hanya mendengarkan dosen berbicara!

Aku menentang sesuatu yang tidak sepikir denganku namun aku tidak langsung membantah omongan temanku karna aku mengakui dia pun benar. Aku membalasnya dengan senyuman saja. Dalam hatiku sudah merasa kesal dan berjanji akan menjadi yang terbaik meski kuliahku tidak sebaik mereka. Kisah hidup seseorang sangat susah ditebak, karna setiap orang memiliki alurnya sendiri yang tidak akan pernah sama dengan orang lain. Makanya aku begitu yakin ini pasti skenario Tuhan yang paling luarbiasa.

Aku yang dulunya seorang dancer beralih menjadi seorang penulis yang penuh dengan imajinasi dan pikiran liar yang ingin segera ditumpahkan ke dalam sebuah kertas kosong. Itu kenapa aku sangat percaya diri bahwa membisu tidak berarti lemah dan menulis mengantarkanku pada hubungan baru dengan orang yang sebelumnya belum pernah aku kenal. Tulisan dapat mempertemukan dua orang bahkan lebih yang terpisah jauh untuk saling berbagi candu dari rasa yang dirasakan bersama.

Cerpen dengan judul "Bisu dan Menulis", telah berhasil dimoderasi dan lolos ditayangkan oleh tim editor.

Cerpen Bisu dan Menulis merupakan cerita pendek karangan Acha Hallatu, agan dapat mengunjungi profil penulis untuk membaca karya-karya cerpen terbaru miliknya. Baca juga cerpen seputar Kehidupan, atau cerpen menarik lainnya dari Acha Hallatu.


Cerpen ini telah berhasil ditayangkan sekitar: 2 tahun yang lalu. Bagaimana menurutmu gengs? apakah agan menyukai tulisan cerpen dari Acha Hallatu? jika agan menyukai cerpen ini, silahkan tulis pendapatmu di kolom komentar ya gengs.


Jika dirasa cerpen ini bermanfaat, jangan lupa sebarkan cerpen ini ke medsos atau langsung klik tombol sebarkan ya gengs! 🫰.

Promosi Via Guest Post!

Buat agan & sista, jika ingin mempromosikan produk bisnismu melalui tulisan (guest post-content placement), silahkan baca terlebih dahulu tentang aturan dan kebijakan guest post 👉 di sini 👈

Hai gansis! 🧑‍🦱🧑‍🦰 Yuk coba seru-seruan bareng komunitas dengan menggunakan asisten AI cerdas. Caranya sangat mudah, cukup dengan memberikan tagar dan mention [#tagargpt & @balasgpt] pada balasan agan dan sista di sini.

25 Fitur Terbaru: Kuis AI, Pelajaran Sekolah AI, Latihan Soal AI, Jawaban Soal AI dan masih banyak lagi fitur menarik lainnya.


Hanya pengguna VIP yang sudah terdaftar dan memiliki akun lencana terverifikasi

Dilarang mengirimkan pesan promosi, link, spam dsbg. Namun jika agan ingin menyisipkan link (promosi), silahkan pergi ke halaman hubungi moderator kami. Berkomentarlah dengan bijak dan sesuai topik yang ada. Untuk informasi selengkapnya, silahkan baca aturan di sini.

Komentar