Cinta
Diterbitkan di Cinta
avatar
waktu baca 13 menit

Aku, Kamu dan Sekolah Waktu Itu (Part 1)

Aku, Kamu dan Sekolah Waktu Itu (Part 1)

Hari ini adalah hari pertama seorang gadis cantik menduduki bangku SMP di sekolahnya. Dia adalah Renjana Amerta. Gadis cantik yang memiliki nama indah dan arti yang bermakna. Seperti pada sekolah lainnya, hari pertama di sekolah Renjana tidak langsung melakukan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), melainkan melakukan kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) bagi siswa-siswi yang baru saja menduduki bangku SMP. Hari pertama Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah di sekolah Renjana sangatlah seru, dia bisa mendapatkan teman baru dan juga beradaptasi dengan lingkungan baru. Renjana awalnya tidak menyangka bahwa dirinya sudah menjadi anak SMP.

Tak terasa, waktu begitu saja cepat berlalu, sampai Renjana tidak menyadari bahwa dirinya terpikat oleh seorang laki-laki yang entah mengapa istimewa dimata Renjana. Dia adalah Akara Anantara Atma. Teman sekelas sekaligus teman sebangku Renjana. Sosok Akara dimata Renjana adalah laki-laki yang penuh dengan rahasia dan raut wajah datar yang selalu dia perlihatkan kepada orang lain.

Akara jarang sekali tersenyum kepadanya sampai-sampai Renjana selalu mendengus kesal, “Apakah kamu tidak bisa tersenyum sehari saja?” Ucap Renjana kepada Akara dengan raut kesalnya. Akara pun hanya menoleh dan diam saja tanpa berminat menjawab pertanyaan Renjana. Seperti itulah pembicaraan Renjana kepada Akara setiap harinya. Berbeda dengan teman-temannya yang lain, interaksi mereka bersama dengan teman sebangkunya membuat Renjana iri karena Akara hanya diam saja seperti patung.

Sifat Renjana dan Akara sangatlah berbanding terbalik. Renjana adalah seorang gadis periang yang setiap harinya selalu tersenyum kepada orang disekitarnya. Sedangkan Akara? Laki-laki itu sangatlah menyebalkan, hanya diam setiap harinya seperti tidak memperdulikan keadaan disekitarnya. Terkadang Renjana heran, “Mengapa ada orang seperti Akara di dunia ini?” Ucap Renjana dalam hatinya. Memikirkannya saja membuat kepala Renjana ingin pecah.

Hari teruslah berlalu. Seperti saat ini, Renjana sedang sibuk dengan tugas kelompoknya. “Apakah kalian tidak bingung dengan sikap Akara setiap harinya?” Tanya Renjana kepada teman sekelompoknya. “Hm, apa yang membuat kamu bingung Renjana?” Jawab Rinai dengan raut wajah yang bingung. “Entahlah, ada perasaan aneh dalam diriku Rinai. Aku seperti ingin masuk kedalam kehidupannya Akara.” Ucap Renjana. “Kamu ini jangan aneh-aneh Renjana, Akara bukanlah seorang laki-laki biasa seperti laki-laki yang sering kau temui.” Ucap Bentala dengan raut wajah yang khawatir.

Ucapan Bentala benar. Akara bukanlah seorang laki-laki biasa yang sering ia temui. Tetapi, entah mengapa Renjana merasa nyaman berada didekatnya. “Ah, memikirkan Akara saja membuat kepala aku pusing.” Ucap Renjana kepada dirinya sendiri. Mulai detik ini, nama Akara setiap harinya selalu ada dipikiran Renjana dan itu menjadi hal yang disukai Renjana setiap hari.

Hari senin adalah hari terburuk bagi Renjana. Saat ini dirinya sedang berdiri menghadap tiang bendera. Ya, Renjana mendapatkan hukuman karena dirinya terlambat datang dan tidak bisa mengikuti kegiatan upacara bendera. “Menyebalkan sekali hari ini. Andai saja ayah tidak telat bangun, mungkin aku tidak berdiri seperti ini.” Ucap Renjana dengan raut wajah marah. “Berisik.” Sahutan dari seorang laki-laki yang sedang berdiri disebelah dirinya tanpa menoleh. “Suka-suka akulah.” Ucap Renjana yang sekarang emosinya sudah diujung tanduk. “Dasar keras kepala.” Ucap laki-laki tersebut sembari menoleh. Ternyata dia adalah Akara Anantara Atma. Ya, laki-laki yang baru saja berbicara dengan Renjana adalah Akara.

Sial. Satu kata yang mendeskripsikan perasaan Renjana saat ini. “Pagi-pagi ada saja yang membuat aku emosi.” Ucap Renjana dengan nada kesalnya. Saat Renjana sedang berjalan menuju kelasnya, tiba-tiba saja dirinya tidak sengaja menabrak seseorang. “Maaf-maaf aku tidak sengaja.” Ucap Renjana kepada orang tersebut. “Ya.” Jawab orang tersebut dengan singkat dan meninggalkan Renjana tanpa pamit. “Dasar aneh.” Ucap Renjana. Tunggu, Renjana seperti mengenali orang tersebut. Mengapa mirip sekali dengan Akara? Entahlah, mungkin hanya perasaan Renjana saja.

Dua tahun telah berlalu, hari ini Renjana resmi sebagai kakak kelas. Ya, Renjana baru saja menduduki bangku kelas 3 SMP. “Tidak terasa ya sebentar lagi kita lulus dari sekolah ini.” Ucap Renjana kepada tiga sahabatnya. “Ya, sedih sekali sebentar lagi kita berpisah.” Jawab Astu dengan raut wajah sedih. “Tidak terasa juga ya aku sudah tiga tahun menyukai Akara.” Ucap Renjana dengan tersenyum masam. “Apakah kamu tidak ingin melupakan Akara?” Tanya Nayaka. “Tidak semudah itu Nayaka, tiga tahun bukanlah waktu yang singkat untuk aku.” Ucap Renjana yang terlihat sangat kesal. “Maafkan kami ya Renjana yang sering sekali menyuruh kamu untuk melupakan Akara.” Ucap Astu dengan nada bersalah. “Tidak apa-apa, aku tau kalian mengkhawatirkan aku.” Jawab Renjana dengan tersenyum manis.

Yang dikatakan oleh ketiga sahabat Renjana benar. Buat apa menunggu sesuatu yang tidak kunjung pasti? Nyatanya Akara saja tidak mengetahui perasaan Renjana selama tiga tahun. Entahlah, mungkin Renjana masih nyaman dengan perasaannya kepada Akara. Menurut Renjana, melupakan seseorang yang selama ini membuat hari kita jadi berwarna bukanlah hal yang mudah untuknya, apalagi dengan paksaan para sahabatnya. Biarlah perasaan itu selalu ada sampai waktu berkata, “Dia bukanlah untukku.”

Sebenarnya, Renjana ingin sekali mengungkapkan perasaannya selama tiga tahun kepada Akara. Tetapi, ia takut kalau ternyata jawaban yang diberikan kepada Akara membuat hati Renjana sakit. Ya, Renjana takut mengetahui sebuah fakta kalau ternyata Akara tidak memiliki perasaan yang sama dengan Renjana. “Aku jadi bingung sekarang. Apakah keputusan aku untuk mengungkapkan perasaan kepada Akara adalah hal yang tepat?” Ucap Renjana dalam hatinya. Bingung. Itulah satu kata yang menggambarkan perasaan Renjana saat ini. Dirinya tidak mempunyai keberanian yang besar untuk mengungkapkan perasaannya kepada Akara. Biarlah waktu yang menjawab semua pertanyaan Renjana sampai dirinya mempunyai keberanian.

Terkadang Renjana merasa heran, mengapa dirinya bisa menyukai Akara? Padahal sebelumnya saja mereka tidak pernah berinteraksi. Ah, lebih tepatnya Akara tidak pernah menjawab obrolan Renjana. Selama tiga tahun mereka duduk bersama, Akara hanya diam saja seperti mengganggap Renjana hanyalah sebuah bayangan dimata Akara. Laki-laki itu memang tidak pernah berbaur dengan teman sekelasnya yang lain. Mungkin ada alasan mengapa Akara tidak pernah berbaur. Renjana ingin sekali bertanya kepada Akara, tetapi ia takut tidak dijawab oleh Akara dan pada akhirnya Renjana memberanikan diri untuk bertanya. “Kenapa kamu tidak pernah berbaur dengan yang lain?” Tanya Renjana dengan hati-hati. “Malas.” Jawab Akara dengan singkat. “Malas? Memang aneh sekali laki-laki itu.” Ucap Renjana dalam hati.

Seiring dengan berjalannya waktu, Renjana mempunyai niat untuk mengungkapkan perasaannya kepada Akara. Tetapi, setelah mereka lulus. Ya, Renjana masih membutuhkan waktu buat menyiapkan keberanian itu, karena dirinya belum siap dengan jawaban yang diberikan oleh Akara untuk dirinya. Padahal dirinya hanya ingin mengungkapkan perasaan saja, bukan mengajak Akara berpacaran. Memang aneh sekali gadis tersebut. Para sahabatnya tidak mengetahui niat Renjana, karena Renjana takut mereka bakal marah kepadanya. Padahal tidak ada salahnya bukan memberitahu mereka? Entahlah, mungkin saja dirinya takut sahabatnya tidak mendukung niat Renjana.

Renjana sudah dari lama mengetahui bahwa niat tersebut adalah keputusan yang tepat. Walaupun ia tahu, banyak sekali konsekuensi yang akan ia dapatkan. Salah satunya adalah penolakan. Renjana sebenarnya takut orang lain menyebut dirinya gadis tidak punya malu, karena selama ini jarang sekali ada gadis yang berani mengungkapkan perasaannya kepada laki-laki. Tetapi, sekarang dirinya tidak mempedulikan hal tersebut. Menurutnya, mengungkapkan perasaan kepada laki-laki bukanlah hal yang salah. Daripada dipendam terus-menerus, mending diungkapkan bukan?

Cerpen dengan judul "Aku, Kamu dan Sekolah Waktu Itu (Part 1)", telah berhasil dimoderasi dan lolos ditayangkan oleh tim editor.

Cerpen Aku, Kamu dan Sekolah Waktu Itu (Part 1) merupakan cerita pendek karangan Depita Maharani, agan dapat mengunjungi profil penulis untuk membaca karya-karya cerpen terbaru miliknya. Baca juga cerpen seputar Cinta, atau cerpen menarik lainnya dari Depita Maharani.


Cerpen ini telah berhasil ditayangkan sekitar: 1 tahun yang lalu. Bagaimana menurutmu gengs? apakah agan menyukai tulisan cerpen dari Depita Maharani? jika agan menyukai cerpen ini, silahkan tulis pendapatmu di kolom komentar ya gengs.


Jika dirasa cerpen ini bermanfaat, jangan lupa sebarkan cerpen ini ke medsos atau langsung klik tombol sebarkan ya gengs! 🫰.

Promosi Via Guest Post!

Buat agan & sista, jika ingin mempromosikan produk bisnismu melalui tulisan (guest post-content placement), silahkan baca terlebih dahulu tentang aturan dan kebijakan guest post 👉 di sini 👈

Hai gansis! 🧑‍🦱🧑‍🦰 Yuk coba seru-seruan bareng komunitas dengan menggunakan asisten AI cerdas. Caranya sangat mudah, cukup dengan memberikan tagar dan mention [#tagargpt & @balasgpt] pada balasan agan dan sista di sini.

25 Fitur Terbaru: Kuis AI, Pelajaran Sekolah AI, Latihan Soal AI, Jawaban Soal AI dan masih banyak lagi fitur menarik lainnya.


Hanya pengguna VIP yang sudah terdaftar dan memiliki akun lencana terverifikasi

Dilarang mengirimkan pesan promosi, link, spam dsbg. Namun jika agan ingin menyisipkan link (promosi), silahkan pergi ke halaman hubungi moderator kami. Berkomentarlah dengan bijak dan sesuai topik yang ada. Untuk informasi selengkapnya, silahkan baca aturan di sini.

Komentar